REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Saat ini ada cukup banyak perusahaan investasi besar yang terjun ke aset kripto, membawa pandangan tentang kemungkinan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) untuk turut masuk ke instrumen tersebut. Seperti apa peluang dan risiko jika sovereign wealth fund (SWF) Indonesia yang baru diluncurkan pada 24 Februari 2025 itu berani terjun ke kripto?
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan pendapat mengenai peluang dan risikonya. Menurut hematnya, secara umum, risiko yang bakal ditanggung Danantara jauh lebih besar dibandingkan peluang yang ada.
“Kecil peluangnya karena volatilitas kripto tidak bisa diprediksi,” kata Bhima saat dihubungi Republika, Kamis (28/8/2025).
Diketahui, sebagai aset yang relatif baru, volatilitas kripto memang terbilang tinggi dibandingkan aset lainnya. Terlihat dari pergerakan harga yang lebih besar dan lebih sering, sehingga lebih berisiko dibandingkan aset-aset instrumen yang ada sebelumnya.
Bhima lantas menyinggung mengenai patriot bond, instrumen pembiayaan yang saat ini sedang dipersiapkan Danantara untuk diterbitkan. Patriot bond dihadirkan dengan tujuan untuk memperkuat kolaborasi antara Pemerintah dan dunia usaha.
“Sementara Danantara sedang menerbitkan patriot bond dengan agunan aset BUMN (Badan Usaha Milik Negara),” lanjut Bhima.
Penerbitan patriot bond diketahui mengincar dana senilai Rp 50 trilliun. Data Asian Development Bank (ADB) menunjukkan porsi obligasi korporasi di Indonesia baru sekitar 2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB), hal itu menunjukkan potensi cukup besar bagi ekspansi instrumen seperti patriot bond.
Bhima berpendapat, dengan adanya dua kondisi tersebut, baik faktor volatilitas kripto yang tinggi serta fokus Danantara saat ini di patriot bond, menurutnya, sebaiknya Danantara tidak sama sekali masuk ke instrumen kripto. Hal itu juga berkaca dari pengalaman yang terjadi di SWF-SWF negara lain, seperti Temasek di Singapura.
“Danantara jangan masuk ke sektor yang risikonya tinggi. Pelajaran dari Temasek yang sebelumnya masuk ke kripto FTX dan merugi, bahkan setelah melewati syarat investasi yang ketat, jangan diulangi Danantara,” tegas Bhima.
Terlebih, lanjut Bhima, Danantara baru didirikan belum lama ini. Usianya yang terbilang masih ‘seumur jagung’ bisa menanggung risiko yang cukup tinggi jika benar-benar ingin terjun ke aset kripto saat ini.
“Apalagi Danantara kan baru berdiri sudah masuk kripto, bisa fatal!” terangnya.
“Risiko lain dari investasi kripto adalah regulasi di berbagai negara yang kerap berganti-ganti dalam waktu yang cepat,” tambah Bhima. Eva Rianti