
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum angkat bicara menanggapi permasalahan royalti performing rights antara penyanyi dan pencipta lagu yang ramai dibicarakan belakangan ini.
DJKI menegaskan bahwa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta tidak diperlukan ketika berkaitan dengan performing rights.
Hal ini diatur lewat Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC). Bunyinya memang setiap penggunaan lagu untuk tujuan komersial mendapat izin dari pencipta atau pemegang hak cipta.
Namun DJKI menyebut sistem ini telah dipermudah dengan amanat Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sebagai perantara satu pintu.

DJKI merujuk ke Pasal 23 ayat (5) dan pasal 87 UUHC, di mana pelaku usaha atau pengguna Layanan Publik bersifat Komersial cukup membayar royalti satu kali secara terpusat, yang selanjutnya didistribusikan kepada para pencipta dan pemilik hak terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
“Kewajiban pembayaran royalti ini telah diatur secara tegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti. Pasal 9 ayat (1) menjelaskan bahwa setiap orang yang menggunakan lagu atau musik dalam layanan publik bersifat komersial wajib mengajukan lisensi melalui LMKN,” kata Razilu, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, lewat keterangan resmi.
Razilu menambahkan, aturan ini berlaku untuk berbagai bentuk pemanfaatan lagu.
"Mulai dari yang diputar di restoran, kafe, pub, diskotek, hingga konser musik,” tutur Razilu.
Besaran Tarif
Tarif royalti yang harus dibayarkan juga sudah diatur secara jelas dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016.

Dalam suatu pertunjukan musik, royalti yang harus dibayar sebesar 2 persen dari hasil kotor penjualan tiket dan tambahan 1 persen untuk tiket gratis, atau 2 persen dari biaya produksi untuk konser tanpa tiket.
Tak Perlu Bayar ke Pencipta
Razilu menegaskan, tanggung jawab pembayaran royalti itu ada di tangan penyelenggara acara atau pemilik tempat usaha, bukan pada penyanyi atau musisi.
"Dengan membayar royalti ke LMKN, tidak lagi diperlukan izin langsung dari pencipta atau pemegang hak cipta, karena secara hukum hak telah dipenuhi. Hal ini memberikan kejelasan, kemudahan, dan kepastian hukum bagi para pelaku usaha," tegas Razilu.

Apabila terjadi sengketa, menurut Razilu, Undang-Undang telah mengatur penyelesaian melalui mediasi.
"Hal ini diatur dalam Pasal 95 ayat (4) UU Hak Cipta. Prosedur ini disediakan agar semua pihak dapat menyelesaikan perbedaan secara adil dan tanpa konflik berkepanjangan," tutup Razilu.