
GUBERNUR Jawa Barat Dedi Mulyadi menyayangkan kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebelum kepemimpinannya karena minim membangun sekolah menengah atas (SMA/SMK). Akibatnya, saat ini ketersediaan SMA/SMK negeri di wilayahnya masih kurang, sehingga banyak siswa yang tidak terakomodir.
Hal ini disampaikan Dedi saat dimintai tanggapannya terkait gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung atas kebijakannya yang membolehkan rombongan belajar SMA/SMK negeri hingga 50 orang per kelas.
"Pemerintah Provinsi Jawa Barat terdahulu tidak memprioritaskan pendidikan, tidak membangun sekolah baru," kata Dedi, seusai menghadiri Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri 2025, di Bandung, Kamis (7/8).
Sebagai contoh, dia menyebut pada 2020 silam tidak ada satupun sekolah baru yang dibangun Pemerintah Provinsi Jawa Barat. "Pada 2020, berdasarkan data tidak satu pun sekolah dibangun."
Anggaran
Tahun ini, lanjutnya, pada APBD Murni 2025 Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun tidak menganggarkan pembangunan satu sekolah pun. "Makanya di APBD perubahan sekarang saya geserkan ratusan miliar untuk membangun sekolah baru," katanya.
Akibat masih minimnya ketersediaan sekolah tersebut, Dedi tidak ingin anak didik di Jawa Barat putus sekolah. "Penambahan jadi 50 orang per kelas itu untuk menyelamatkan yang putus sekolah. Yang diselamatkan 47 ribu orang," katanya.
Maka dari itu, dia memastikan pihaknya tidak mempersoalkan adanya pihak-pihak yang menentang kebijakannya tersebut. Hak setiap orang untuk menggugat.
"Dengan adanya gugatan itu, saya berbahagia. Mencerminkan bahwa gubernur bekerja," katanya.
Mantan Bupati Purwakarta itu meminta pihak-pihak yang menolak kebijakannya itu menggunakan data dan riset yang lebih jelas.Di antaranya apakah kebijakannya membolehkan 50 orang siswa per kelas berdampak langsung terhadap penurunan siswa di sekolah swasta.
"Apakah sekolah swasta yan mengalami pengurangan murid itu akibat rekruitmen di sekolah negeri? Lihat di peta data," katanya.
Terlebih, dia menyayangkan pihak-pihak yang menolak kebijakannya itu karena dianggap tidak bersuara saat Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang sebelumnya tidak membangun sekolah baru.
"Yang menjadi perhatian saya, ketika dulu uang APBD tak tersampaikan ke publik secara terbuka, tidak fokus ke kepentingan publik, tidak membangun sekolah baru, ruang kelas baru, kenapa dulu pada diam? Kenapa ributnya baru sekarang," tegasnya.