Data Kemiskinan BPS Dinilai tidak Akurat

1 week ago 4
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Data Kemiskinan BPS Dinilai tidak Akurat Ilustrasi: Suasana permukiman padat penduduk di kawasan Kebon Melati Tanah Abang, Jakarta.(MI/Susanto)

BADAN Pusat Statistik (BPS) baru saja melaporkan tingkat kemiskinan nasional menurun menjadi 8,47% per Maret 2025. Namun laporan itu dinilai tidak mencerminkan kondisi riil masyarakat.

Center of Economic and Law Studies (Celios)) bahkan menyebut angka resmi BPS jauh dari realitas di lapangan. Berdasarkan laporan Bank Dunia terbaru, sekitar 68,2% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan internasional, atau sekitar 194,4 juta jiwa, jauh di atas angka resmi BPS yang mencatat 23,8 juta jiwa.

"Angka kemiskinan selama menggunakan metode garis kemiskinan yang lama tidak akan menjawab realita di lapangan. Jadi BPS kalau masih keluarkan angka kemiskinan tanpa revisi garis kemiskinan, itu sama saja datanya kurang valid," kata Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira melalui keterangannya, Jumat (25/7). 

Perbedaan definisi dan pendekatan memang menjadi faktor utama disparitas antara data nasional dan data internasional. Namun Celios menilai akar persoalan terletak pada metodologi pengukuran kemiskinan yang usang dan tak lagi relevan. 

BPS selama lima dekade masih menggunakan pendekatan berbasis pengeluaran dengan item yang hampir tidak berubah, meski struktur biaya hidup masyarakat saat ini telah jauh bergeser.

Bhima juga menyoroti dampak dari ketidakakuratan data terhadap efektivitas kebijakan pemerintah. Menurutnya, data BPS seharusnya bisa digunakan sebagai acuan dalam menyalurkan bantuan sosial. 

Namun karena data tersebut tidak mencerminkan kondisi sebenarnya, pemerintah justru mengeluarkan biaya lebih besar untuk mencari data alternatif. 

"Seharusnya data BPS bisa dipakai untuk program pemberantasan kemiskinan, tapi pemerintah harus mencari data sendiri by name by address untuk memetakan orang miskin menurut kriteria yang beda dengan BPS," ujarnya.

Kritik serupa juga disampaikan Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar. Ia menegaskan pendekatan usang BPS berpengaruh langsung pada kebijakan anggaran dan perlindungan sosial. Karena angka kemiskinan resmi terlihat kecil, alokasi anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 pun berisiko ditekan.

"Dengan jumlah penduduk miskin yang kecil versi data pemerintah, alokasi anggaran perlindungan sosial dalam RAPBN 2026 juga berpotensi ditekan atau tidak akan mengalami peningkatan signifikan," kata Media. 

Ia menambahkan, anggaran perlindungan sosial Indonesia hanya sekitar 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand yang mencapai lebih dari 5% PDB.

Masalah lain yang timbul akibat garis kemiskinan yang terlalu rendah adalah terbatasnya jangkauan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Banyak masyarakat rentan tidak masuk kategori miskin versi BPS, sehingga otomatis tak mendapatkan bantuan sosial.

"Jika garis kemiskinan terlalu rendah, otomatis banyak masyarakat rentan yang tidak terjaring ke dalam kategori masyarakat miskin sesuai data DTKS dan akhirnya tidak menerima bantuan sosial apa pun," jelas Media.

Celios mendorong reformasi besar-besaran dalam metodologi pengukuran kemiskinan nasional. Negara-negara seperti Malaysia dan Uni Eropa telah menyesuaikan metode mereka sesuai dinamika sosial ekonomi terkini. 

Indonesia, kata Celios, seharusnya melakukan hal yang sama, termasuk dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk mendefinisikan ulang kemiskinan secara lintas sektoral.

Lebih jauh, Celios mengusulkan pendekatan berbasis pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposable income), bukan lagi sekadar pengeluaran. Dengan demikian, efektivitas kebijakan fiskal dan distribusi pendapatan negara bisa benar-benar diukur dari dampaknya terhadap kesejahteraan rakyat.

Selain itu, Celios menekankan pentingnya mengintegrasikan berbagai indikator kesejahteraan dalam evaluasi pembangunan. Akses pendidikan, layanan kesehatan, kondisi perumahan, jaminan sosial, hingga angka pengangguran dan korupsi seharusnya masuk dalam satu kerangka penilaian kebijakan publik. (Mir/E-1)

Read Entire Article