Liputan6.com, Jakarta - Meta dinilai telah menjadi sarang bagi chatbot Artificial IntelIigence (AI) ilegal yang secara spesifik meniru identitas para selebriti ternama tanpa izin.
Mengutip Variety, Senin (1/9/2025), nama-nama besar seperti Anne Hathaway, Taylor Swift, dan Scarlett Johansson termasuk di antara figur publik yang citranya dieksploitasi untuk interaksi tak senonoh.
Exploitasi yang dimaksud adalah melakukan pendekatan genit, hingga rayuan bernada seksual (mesum) secara rutin, ditujukan kepada para penggunanya.
Puncaknya, teknologi ini mampu menghasilkan gambar photorealistic (foto palsu buatan AI) yang menunjukkan gambar tak senonoh dari para korban.
Praktik mengkhawatirkan ini pertama kali diungkap ke publik melalui sebuah laporan investigasi mendalam yang dirilis oleh kantor berita Reuters.
Menanggapi temuan tersebut, pihak Meta mengonfirmasi telah mengambil tindakan dengan menghapus belasan chatbot AI yang terbukti melanggar aturannya.
Namun, terjadinya insiden ini menyoroti kelemahan sistem pengawasan internal Meta terhadap pengembangan dan penyebaran teknologi kecerdasan buatan mereka.
Pelanggaran Privasi dan Hak Atas Citra Diri
Munculnya skandal ini membuka sebuah babak baru dalam diskusi global mengenai keamanan privasi, hak atas citra diri, dan ancaman pelecehan seksual dalam ranah digital.
Pada dasarnya, sebuah diskusi tidak akan memanas tanpa hadirnya implementasi nyata dari permasalahan. Oleh karena itu, peniruan dan pelecehan ini menjadi sebuah pelanggaran serius terhadap fundamental privasi.
Figur publik sekali pun tetap memiliki hak prerogatif untuk mengontrol bagaimana wajah serta identitas mereka digunakan oleh pihak lain, terutama untuk tujuan komersial.
Penciptaan citra palsu tanpa adanya izin tidak hanya merugikan, tetapi juga berpotensi menyebabkan kerusakan reputasi permanen bagi para korbannya.
Pada akhirnya, banyak ahli hukum menyoroti adanya kekosongan regulasi ketat untuk mengatasi model kejahatan digital baru dan canggih semacam ini.
Akibatnya, korban seringkali dibiarkan tanpa mekanisme perlindungan hukum yang cepat dan tepat untuk merespons serangan terhadap citra diri mereka.
Dampak Psikologis dan Ancaman Berbasis Gender
Munculnya serangan digital yang sangat personal ini dapat meninggalkan dampak psikologis mendalam dan berkepanjangan bagi korban.
Dengan mayoritas target adalah perempuan, insiden ini memperlihatkan sebuah pola pelecehan lama berbasis gender yang menganggap wanita adalah objek.
Pola pikir objektifikasi seksual sudah sangat berbahaya dari dulu. Sekarang, dengan fasilitas tinggi berupa kecerdasan buatan, pelaku membuat sebuah perubahan bentuk misoginis konvensional menjadi digital.
Ruang digital yang seharusnya menjadi tempat aman dalam berekspresi, kini menjadi medan pertempuran baru untuk melindungi privasi serta martabat individu, khususnya perempuan.
Fenomena ini juga menunjukkan betapa mudahnya bias sosial dari dunia nyata dapat secara otomatis tereplikasi dan bahkan diperkuat dalam algoritma AI.
Komunitas advokasi hak-hak perempuan kini semakin vokal mendesak perusahaan teknologi raksasa untuk mengambil tanggung jawab moral yang lebih besar.
Proyeksi Ancaman bagi Masyarakat Umum
Meskipun kasus ini menimpa selebritas, teknologi serupa memiliki potensi besar untuk mengancam keamanan dan privasi masyarakat umum di kemudian hari.
Bayangkan apabila kemampuan AI ini disalahgunakan untuk tujuan balas dendam personal atau sebagai alat perundungan (bullying) di lingkungan sosial.
Pembuatan konten palsu yang meyakinkan dapat dengan sangat mudah merusak hubungan personal maupun kredibilitas profesional seseorang dalam sekejap.
Akibatnya, tingkat kepercayaan publik terhadap konten visual yang mereka konsumsi di internet akan semakin tergerus secara signifikan dari waktu ke waktu.
Ingat untuk selalu menjaga dan melindungi setiap data pribadi atau pun foto yang diunggah ke internet. Hal semacam ini dapat menjadi bahan baku oleh oknum tak bertanggungjawab dalam mengeksploitasi korbannya.
Maka dari itu, diperlukan adanya edukasi massal yang berkelanjutan tentang literasi digital guna menghadapi ancaman tak terlihat di masa mendatang.