Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah laporan dari The Washington Post pada Minggu mengungkap rencana yang tengah dipertimbangkan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Donald Trump untuk menangani masa depan Gaza. Rencana tersebut mencakup relokasi seluruh penduduk Gaza dan pengambilalihan wilayah Palestina itu oleh AS.
Menurut laporan yang diperoleh dari prospektus setebal 38 halaman, Jalur Gaza yang hancur akibat perang Israel pasca-serangan Hamas pada tahun 2023. Lalu wilayah itu akan diubah menjadi wilayah perwalian (trusteeship) yang dikelola oleh AS selama setidaknya 10 tahun.
"Tujuan lain dari rencana ini, yang meniru visi Presiden Donald Trump untuk menjadikannya 'Riviera Timur Tengah', adalah mengubah Gaza-sebuah wilayah yang diinginkan Palestina menjadi bagian dari negara masa depan mereka-menjadi pusat resor pariwisata dan teknologi tinggi," tulis laman itu, dikutip Senin (1/9/2025).
Rencana ini menyerukan relokasi, setidaknya sementara, bagi seluruh populasi Gaza yang berjumlah dua juta jiwa. Relokasi ini bisa terjadi melalui kepergian "sukarela" ke negara lain atau penempatan di zona-zona terbatas dan aman di dalam Gaza selama rekonstruksi berlangsung.
Penduduk Gaza yang memiliki tanah akan diberikan token digital oleh badan perwalian sebagai ganti hak untuk mengembangkan properti mereka. Menurut rencana tersebut, penerima token ini dapat menggunakannya untuk memulai hidup baru di tempat lain atau menukarkannya dengan sebuah apartemen di salah satu dari enam hingga delapan "kota pintar bertenaga AI" baru yang akan dibangun di Gaza.
The Post mengutip orang-orang yang akrab dengan perencanaan badan perwalian ini dan dengan pembahasan pemerintahan AS mengenai masa depan Gaza pasca-perang. Departemen Luar Negeri AS belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar wartawan.
Mengutip AFP, awal tahun ini, Trump mengejutkan dunia ketika ia menyarankan agar AS mengambil alih Jalur Gaza, membersihkan semua penduduknya, dan membangun real estat di tepi laut. Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu memuji proposal tersebut, yang banyak dikritik oleh negara-negara Eropa dan Arab.
Pekan lalu, Trump memimpin pertemuan mengenai rencana pasca-perang untuk Gaza, tetapi Gedung Putih tidak merilis hasil pertemuan atau mengumumkan keputusan apa pun. Badan yang akan mengelola Gaza di bawah rencana yang sedang dipertimbangkan ini akan diberi nama "Gaza Reconstitution, Economic Acceleration and Transformation Trust" atau GREAT Trust.
Proposal ini dikembangkan oleh beberapa individu Israel yang juga menciptakan "Gaza Humanitarian Foundation" alias GHF, sebuah yayasan yang didukung AS dan Israel untuk mendistribusikan bantuan makanan di dalam Gaza. Operasi GHF ini menuai banyak kritik dari kelompok-kelompok bantuan dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pada tanggal 22 Juli, kantor hak asasi manusia PBB menyatakan bahwa pasukan Israel telah menewaskan lebih dari 1.000 warga Palestina yang berusaha mendapatkan bantuan makanan di Gaza sejak GHF memulai operasinya. Hampir tiga perempat dari mereka tewas di sekitar lokasi GHF.
(tps/șef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masuk AS Makin Sulit, Riwayat Perjalanan ke Palestina Bakal Dicek