
Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, mengaku siap apabila diminta KPK untuk memberikan keterangan terkait korupsi proyek pembangunan jalan di daerahnya.
"Ya, namanya proses hukum ya, kita bersedia saja ya. Tentu, bersedia saja," kata Bobby kepada wartawan, Senin (30/6).
Menurutnya, memberikan keterangan tersebut perlu untuk meluruskan apa yang belakangan diisukan terhadapnya terkait perkara ini. Salah satunya soal adanya aliran uang.
"Apalagi kalau tadi katanya ada aliran uang. Kita, saya rasa semua di sini, di Pemprov, kalau ada aliran uangnya ke seluruh jajaran, bukan hanya ke sesama, apakah ke bawahan, atau ke atasan, kalau ada aliran uangnya, ya wajib memberikan keterangan," jelasnya.
Bobby menyayangkan aksi korupsi yang dilakukan oleh jajarannya tersebut. Tapi, ia menghormati proses hukum yang saat ini tengah berjalan.
"Tentu kami sangat menyayangkan dan kami dari Pemerintah Provinsi menghargai keputusan dan kebijakan hukum dari KPK," ungkapnya.
Respons Bobby soal Orang Dekatnya Jadi Tersangka

Dalam kasus ini, KPK telah menjerat 5 orang sebagai tersangka. Mereka, yakni Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting; Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut, Rasuli Efendi Siregar; PPK Satker PJN Wilayah 1 Provinsi Sumatera Utara, Heliyanto; Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; dan Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang.
Tersangka Topan diisukan merupakan orang dekat Bobby. Topan sebelumnya merupakan ASN di wilayah Pemkot Medan saat Bobby menjadi wali kota. Ia kemudian diangkat menjadi Kadis PUPR Sumut saat Bobby menjadi Gubernur.
"Ya iya, banyak yang saya bawa dari Pemko. Ada Pak Sulaiman, Pak Inspektur, ada beberapa yang kita bawa dari Medan," ucap Bobby.
"Ya, makanya saya bilang yang selalu kita ingatkan, jangan lakukan hal-hal yang merugikan masyarakat, merugikan diri, merugikan keluarga," tambah dia.
Topan Dinonaktifkan dari Kadis PUPR
Bobby mengungkapkan, usai Topan langsung dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Kadis PUPR Sumut usai ditetapkan sebagai tersangka.
"Ya pastilah (dinonaktifkan). (Penggantinya) belum," ucap dia.
Kasus Korupsi Proyek Jalan di Sumut

Kasus ini terungkap saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Mandailing Natal, Sumut, pada Kamis (26/6) kemarin. OTT ini terkait dengan dua perkara berbeda.
Pertama, terkait proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara. Kedua, terkait proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumatera Utara. Nilai kedua proyek itu sebesar Rp 231,8 miliar.
Adapun para tersangka itu terdiri dari tiga orang sebagai tersangka penerima suap dan dua orang tersangka pemberi suap.
Diduga kasus korupsi ini terjadi dengan Akhirun dan Rayhan selaku pihak swasta berharap mendapatkan proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan Satker PJN Wilayah 1 Sumut dengan memberikan sejumlah uang sebagai uang suap kepada Topan, Rasuli, dan Heliyanto.
Topan, Rasuli, dan Heliyanto kemudian diduga melakukan proses pengaturan lewat e-katalog agar perusahaan yang dipimpin oleh Akhirun dan Rayhan ditunjuk sebagai pemenang lelang proyek.
Dalam kegiatan OTT ini, KPK mengamankan sebanyak enam orang serta uang tunai sebesar Rp 231 juta yang merupakan bagian dari uang Rp 2 miliar yang diduga akan dibagi-bagikan oleh Akhirun dan Rayhan.
Atas perbuatannya, Topan, Rasuli, dan Heliyanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Akhirun dan Rayhan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.