
Bank Indonesia (BI) menilai kesepakatan dagang terbaru antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) berpotensi memberikan dampak positif bagi perekonomian domestik.
Selain membuka peluang peningkatan ekspor, masuknya barang-barang impor dari AS dinilai dapat mendorong kegiatan ekonomi di dalam negeri.
Dalam kesepakatan yang diumumkan pada Kamis (24/7), Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa tarif impor atas produk Indonesia dipangkas dari 32 persen menjadi 19 persen. Sebagai imbal balik, Indonesia disebut menyetujui pembukaan akses pasar yang lebih luas bagi produk-produk asal AS.
Menanggapi hal ini, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Firman Mochtar, mengatakan sejumlah produk yang masuk dari AS justru bisa merangsang aktivitas ekonomi nasional.
"Impornya (dari AS) ini kita melihat bisa mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi domestik," kata Firman dalam Taklimat Media di Jakarta, Kamis (24/7).
Meski perhitungan resmi masih dilakukan pemerintah, Firman menyebut pemangkasan tarif ekspor dari 32 persen ke 19 persen sudah merupakan perbaikan yang signifikan. “Dari 32 ke 19 itu kan setidaknya lebih baik tarif ekspornya. Hingga harapannya ekspor kita satu sisi akan juga meningkat,” ujarnya.
Menurutnya, kesepakatan tarif terbaru ini juga bisa menciptakan kepastian baru dalam perdagangan internasional, yang diyakini akan turut berpengaruh pada arus modal asing dan nilai tukar rupiah.
"Dan yang ketiga adalah bahwa ini sudah semakin memberikan nuansa yang lebih pasti. Jadi ini semakin memberikan nuansa yang positif," ucapnya.
Firman menyebut, penguatan nilai tukar rupiah yang berkelanjutan bakal menjadi salah satu faktor penopang pertumbuhan ekonomi nasional ke depan.
Meski begitu, BI menyatakan masih terus melakukan perhitungan untuk mengukur dampak keseluruhan dari kesepakatan tarif tersebut.
Kesepakatan tarif serupa juga terjadi antara AS dan Filipina, yang sebelumnya sepakat membebaskan bea masuk untuk produk AS dengan imbalan pemangkasan tarif serupa menjadi 19 persen.