Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkap penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Penerbitan Daftar Efek Syariah dan Daftar Efek Syariah Luar Negeri akan memiliki dampak pada pasar saham syariah. Hal ini karena ada perubahan kriteria seleksi untuk saham syariah.
POJK baru tersebut memuat aturan yang lebih ketat, khususnya untuk utang berbasis bunga dan pendapatan tidak halal lainnya ketimbang POJK Nomor 35/POJK.04/2017 yang menjadi aturan sebelumnya.
Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI Irwan Abdalloh menuturkan, aturan tersebut akan berdampak pada kondisi indeks pasar saham syariah pada awal penerapannya. Dampaknya akan dapat berpengaruh pada saham yang masuk dalam Indonesia Sharia Stock Index (ISSI).
“Jadi, saya bilang secara jangka pendek mungkin akan ada sedikit guncangan di pasar saham kita, tetapi dalam jangka panjang ini adalah meningkatkan kualitas saham (syariah) kita. Dari sisi fiqih ya, bukan dari sisi laporan keuangan,” kata Irwan dalam acara Edukasi Wartawan terkait Update Perkembangan Pasar Modal Syariah secara daring, Kamis (24/7)
Dalam POJK Nomor 8 2025, rasio total utang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak berlebih akan disesuaikan menjadi 33 persen dari 45 persen pada aturan sebelumnya. Meski demikian, penyesuaian tersebut dilakukan secara bertahap selama 10 tahun ke depan.
Selain total utang berbasis bunga, POJK baru tersebut juga mengatur total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan usaha dan pendapatan lain-lain tidak melebihi 5 persen. Hal ini lebih ketat dari aturan sebelumnya yang ada pada 10 persen.
Dengan adanya potensi guncangan di indeks saham syariah tersebut, Irwan menuturkan BEI juga akan mempersiapkannya dengan melakukan simulasi. Simulasi tersebut nantinya akan menghitung berapa emiten saham syariah yang berpotensi keluar dari Daftar Efek Syariah (DES) jika POJK Nomor 8 Tahun 2025 tersebut sudah berlaku.
“Nah, kita mau coba simulasi menggunakan data Mei dan nanti data November. Kita akan coba simulasikan. Sehingga kira-kira ada berapa persen sih yang akan berkurang jumlahnya,” ujar Irwan.
Terkait efektivitas penerapan, POJK Nomor 8 Tahun 2025 tersebut akan efektif 1 tahun sejak diundangkan yang artinya aturan itu baru mulai berlaku tahun depan.
Jangka waktu selama 10 tahun untuk menurunkan rasio total utang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak berlebih dari 45 persen menjadi 33 persen menurut Irwan juga dilakukan agar dampak aturan tersebut tak terlalu signifikan pada jumlah emiten saham syariah.
“Tapi hipotesis saya, kalau cuma pendapatan enggak signifikan. Nah, kalau rasio utang itu baru akan signifikan. Makanya, OJK 33 persen-nya bertahap sampai dengan 10 tahun kemudian. Tapi kalau yang 5 persen (pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lain) tahun depan sudah mulai,” ujarnya.