
TEMUAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait dengan penerima bantuan sosial (bansos) yang salah sasaran sebenarnya hanya cerita lama yang kerap terjadi.
Baca juga: Kemensos Telusuri Temuan Penerima Bansos yang Berprofesi Dokter, Manajer hingga Pegawai BUMN
“Temuan itu sebenarnya cerita lama dan klasik. Sudah banyak sekali kejadian seperti itu. Sudah seharusnya bansos ditinjau ulang dan diubah menjadi program inovatif yang mendorong masyarakat untuk lebih kreatif dan berdaya," kata Guru Besar Ilmu Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Universitas Airlangga, Sulikah Asmorowati.
Baca juga: PPATK Perlu Wewenang Investigasi untuk Evaluasi Penerima Bansos
Menurut dia, sudah saatnya pemerintah meninjau ulang secara komprehensif program bansos dan mengubah menjadi pgoram inovatif yang mendorong masyarakat untuk lebih kreatif dan berdaya.
Baca juga: Pemerintah Bakal Evaluasi Data Bansos
Bagi dia, bansos seharusnya menjadi pilihan terakhir pemerintah untuk membantu masyarakat. Bansos, bagi dia, akan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat di masa kritis. Sehingga, program ini diperuntukkan kelompok masyarakat yang benar-benar tidak produktif. Seperti, kelompok lanjut usia (lansia), kejadian force majeure seperti saat pandemi Covid 19, maupun mereka yang korban bencana," kata dia.
Sulikah menilai, pemberian bansos bagi masyarakat yang masih mampu untuk produktif hanya akan memunculkan ketergantungan. "Kalau bansos sudah tepat sasaran, anggaran negara bisa berhemat dan efisien," ucapnya.
Menurut dia, mencoret data penerima bansos yang salah sasaran bukanlah kebijakan yang komprehensif. Apalagi kalau tidak dibarengi pendataan ulang yang disertai verifikasi secara ketat dan berlapis.
Dia mengungkapkan, selama ini skrining data penerima bansos menerapkan sistem gatekeeping oleh local leader. Walhasil, imbuhnya, para elite komunitas cenderung memasukkan kelompok sasaran yang mereka kenal, bukan yang benar-benar membutuhkan.
Sebab, lanjutnya, para pemimpin lokal kerap pragmatis dengan menyetorkan nama orang inner circle mereka sebagai calon penerima bansos. "Sehingga banyak cerita muncul kelompok sasaran yang tidak sesuai dalam pemberian bansos ataupun bantuan," ungkapnya.
Dia mengingatkan, pemerintah harus menerapkan pendataan secara berlapis serta melibatkan banyak stakeholder terhadap kelompok sasaran. Termasuk, dengan melibatkan masyarakat. Sulikah mencontohkan kelompok relawan waga yang tergabung dalam Kader Surabaya Hebat. Kelompok masyarakat itu, sambungnya, juga mengidentifikasi kelompok sasaran. "Jadinya dari, oleh, dan untuk masyarakat. Yang mendata bukan local elite saja. Sehingga, data kelompok sasaran juga bottom up, bukan hanya dari link birokrasi atau elit," paparnya.
Selain itu, lanjut dia, pengawasan penentuan kelompok sasaran juga harus secara berlapis hingga pemerintah pusat. Dan di samping itu, dia mendorong penggunaan teknologi seperti big data analytics untuk menganalisa penerima bansos untuk memperkecil dan mendeteksi salah sasaran.
Anomali rekening
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkap sejumlah temuan anomali dalam rekening penerima bansos yang disalurkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) dalam kurun semester I 2025. Termasuk penerima yang masih bermain judi online (judol) hingga memiliki saldo puluhan juta rupiah.
Dia menjelaskan, dari sekitar 10 juta rekening yang dianalisa, sebanyak 8,3 juta rekening tercatat menerima bansos. Dari jumlah itu, sekitar 78 ribu penerima bansos yang terindikasi aktif bermain judol,” kata Ivan.
PPATK juga mendeteksi sejumlah rekening penerima dengan status pekerjaan tidak wajar, seperti 27.932 orang berstatus pegawai BUMN, 7.479 dokter, dan lebih dari 6.000 orang berprofesi sebagai eksekutif atau manajerial, yang seluruhnya masuk dalam daftar penerima bansos.
Selain itu, kata dia, ditemukan pula 56 rekening penerima bansos dengan saldo di atas Rp50 juta. “Ini jadi catatan penting yang kami sampaikan ke Kemensos untuk dilakukan verifikasi ulang dan groundchecking,” ujar Ivan.
Coret data
Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau yang kerap disapa Gus Ipul mengungkapkan, Kemensos telah mencoret 228 ribu data penerima bansos dari daftar distribusi karena dinilai tidak lagi memenuhi syarat.“Dari 600 ribu lebih penerima yang terindikasi tidak layak, 228 ribu sudah kami coret dan mereka tidak menerima lagi karena ada anomali seperti terlibat judol,” ujarnya.
Sisanya, lebih dari 375 ribu data penerima sedang dalam tahap pendalaman, termasuk pemeriksaan profil rekening, identitas pekerjaan, hingga aktivitas mencurigakan seperti saldo besar yang tak sesuai kategori penerima bantuan.
Gus Ipul mengaku akan melakukan skrining rekening secara menyeluruh sebelum penyaluran bansos tahap berikutnya di triwulan ketiga tahun ini. (Hnr)