
Sebagai penopang ketahanan energi Indonesia di masa depan, proyek gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) Lapangan Abadi Blok Masela di Tanimbar, Maluku, kini memasuki babak baru. Dengan dimulainya tahap front end engineering and design (FEED), proyek diharapkan berjalan sesuai rencana dengan mulai produksi pada 2029.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Wamen ESDM) Yuliot Tanjung menegaskan percepatan pelaksanaan proyek Abadi LNG sangat penting untuk memastikan seluruh fase, mulai dari FEED, hingga rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (engineering, procurement, and construction/EPC), dapat berjalan tepat waktu. Upaya percepatan ini, menurut Yuliot, membutuhkan dukungan fleksibilitas regulasi pengadaan serta penyederhanaan proses perizinan.
Dalam acara The Abadi LNG Project FEED Commencement Inauguration dan Press Conference di Jakarta, Kamis (28/8), Yuliot mengajak seluruh mitra untuk menjadikan momentum ini sebagai langkah bersama mempercepat proyek.
"Sehingga, Lapangan Gas Abadi Masela dapat mulai berproduksi pada 2029 demi ketahanan energi nasional dan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.
Komitmen percepatan proyek turut diperkuat oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) Inpex Masela, Ltd selaku operator, bersama mitra joint venture yakni PT Pertamina Hulu Energi Masela (PHE Masela) dan Petronas Masela Sdn. Bhd. FEED sendiri ditargetkan rampung dalam tiga bulan, sebelum dilanjutkan ke tahap Final Investment Decision (FID) pada tahun depan.
Ruang lingkup FEED mencakup peninjauan serta penetapan spesifikasi fasilitas produksi dan pengolahan hidrokarbon dari Lapangan Gas Abadi, termasuk pembangunan pabrik LNG darat (onshore LNG/OLNG).
Dengan menelan investasi sebesar US$20,94 miliar atau sekitar Rp342,24 triliun, Blok Masela diproyeksikan memproduksi 9,5 juta ton LNG per tahun (mtpa), 150 juta kaki kubik gas pipa per hari (mmscfd), dan sekitar 35.000 barel kondensat per hari.
"Produksi gas bumi ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor energi sekaligus memperkuat daya saing industri nasional," kata Yuliot.
Dari sisi tenaga kerja, proyek ini akan menyerap sekitar 12.611 orang pada fase pengembangan dan 850 orang pada fase operasi. Selain itu, multiplier effect juga diharapkan berdampak nyata bagi masyarakat sekitar, mulai dari lapangan kerja, pemberdayaan pengusaha lokal, hingga keterlibatan dalam rantai pasok industri energi.
Proyek LNG Masela dipandang sebagai proyek strategis yang sejalan dengan asta cita Presiden Prabowo, yakni swasembada energi.
"Proyek ini diharapkan menjadi bagian penting dari strategi nasional untuk berdiri di atas kaki sendiri sekaligus memperkuat pengembangan industri berbasis energi di Indonesia," tegas Wamen ESDM.
Dalam kesempatan sama, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Djoko Siswanto menyampaikan, seiring proses pelaksanaan FEED, sejumlah tahapan lainnya dilakukan secara paralel. Proses tender akan berjalan bersamaan dengan penyelesaian perizinan, yang ditargetkan rampung tahun ini.
"Tim terpadu juga menargetkan dokumen amdal selesai pada September. Dengan demikian, sesuai arahan Menteri ESDM, seluruh perizinan dapat dianggap tuntas sehingga tender dan FEED bisa berjalan pararel," jelasnya.
Djoko menambahkan, proyek ini berstatus proyek strategis nasional (PSN) sejak September 2017. Meski sempat mengalami penundaan, proyek dilanjutkan dengan tahapan baru. SKK Migas menilai tahapan dimulainya FEED menjadi milestone penting untuk ketahanan energi.
"Secara jujur proyek ini agak tertunda-tunda, menurut bahasa Jepang disebut Nanakorobi yaoki, yang artinya tujuh kali jatuh, delapan kali bangkit," pungkasnya.
Caption: Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Wamen ESDM) Yuliot Tanjung