
AMERIKA Serikat (AS) dan Rusia kembali berada di titik paling berbahaya sejak Perang Dingin, setelah Presiden AS Donald Trump memerintahkan pengerahan dua kapal selam bersenjata nuklir ke wilayah dekat perbatasan Rusia.
Keputusan ini diambil sebagai reaksi atas pernyataan yang dianggap mengancam dari mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev.
Dalam konferensi pers di Gedung Putih, Trump menjelaskan bahwa langkah pengiriman kapal selam tersebut dilakukan pada Jumat pagi waktu Washington. Dia menyebutnya sebagai bentuk perlindungan terhadap warga Amerika.
“Ya, kami perlu melakukan itu. Kita harus berhati-hati. Sebuah ancaman telah disampaikan, dan kami menilai itu tidak pantas,” kata Trump dilansir BBC News, Minggu (3/8).
Dia menekankan bahwa tindakan tersebut murni demi keselamatan nasional. "Ancaman itu berasal dari mantan Presiden Rusia. Tugas saya adalah melindungi rakyat Amerika," sebutnya.
Trump mengungkapkan bahwa Medvedev mengangkat isu nuklir dan oleh karena itu, Amerika harus siap menghadapi segala kemungkinan.
"Ketika Anda menyebut nuklir, maka kami harus siap. Dan kami benar-benar sudah siap," tegas Trump.
Pernyataan ini merujuk pada komentar Medvedev yang dilontarkan awal pekan ini melalui media sosial. Dalam unggahannya, Medvedev menanggapi kritik Trump terhadap ketergantungan India pada energi Rusia.
Sistem Dead Hand
Dia menyindir ucapan Trump tentang ekonomi mati India dan Rusia, serta peringatan Trump tentang wilayah geopolitik berbahaya.
“Biarkan dia mengingat film favoritnya tentang orang mati berjalan, serta betapa berbahayanya Dead Hand yang legendaris itu,” tulis Medvedev.
Sistem Dead Hand yang dimaksud adalah mekanisme komando nuklir otomatis Rusia, yang dirancang untuk meluncurkan serangan balasan jika kepemimpinan Kremlin dilumpuhkan.
Pernyataan keras dari kedua belah pihak ini mendorong kekhawatiran global akan potensi eskalasi menuju konflik nuklir terbuka. Ketegangan meningkat cepat di tengah situasi geopolitik yang sudah rapuh akibat perang Ukraina, sanksi ekonomi, dan pertarungan pengaruh antara kekuatan besar dunia.
Pertanyaan pun muncul, jika konfrontasi nuklir benar-benar terjadi, negara mana yang lebih unggul? Meski tidak ada pemenang dalam perang nuklir, kekuatan kedua negara yang masing-masing memiliki ribuan hulu ledak nuklir menjadi faktor penentu dalam dinamika kekuatan global saat ini. (Fer/I-1)