
Amerika Serikat (AS) mencabut sanksi bagi sejumlah kroni jenderal junta militer Myanmar, pada Kamis (24/7). Keputusan itu diambil setelah pemimpin junta memuji Presiden Donald Trump.
Bersamaan dengan pujian terhadap Trump, Myanmar meminta sanksi dicabut. Itu semua tertuang pada surat yang dikirim junta militer demi merespons tarif dagang AS.
Dalam daftar Kementerian Keuangan, pendiri perusahaan KT Services dan Logistic Jonathan Myo Kyaw Thaung, pemilik MCM Group Aung Hlaing Oo dan pemilik Suntac Technologies Sit Taing Aung serta Tit Latt Min sudah keluar dari sanksi Washington.

Jonathan masuk sanksi AS pada Januari 2022. Saat itu pemerintahan Presiden Joe Biden menjatuhkan sanksi bertepatan dengan setahun kudeta junta terhadap kekuasaan sipil.
Sedangkan Sit Taing Aung dan Aung Hlaing Oo disanksi di tahun serupa karena keterlibatan mereka pada sektor pertahanan Myanmar. Tin Latt Min masuk daftar sanksi pada 2024, dia dikenal sebagai salah satu lingkar dekat junta.
Sampai sekarang Kementerian Keuangan AS belum memberikan keterangan perihal alasan pencabutan sanksi. Setali tiga uang Gedung Putih memilih bungkam.
Adapun pada 11 Juli 2025 pemimpin junta, Jenderal Min Aung Hlaing, secara resmi mengirimkan surat ke Washington meminta tarif dagang 40 persen AS ke Myanmar dikurangi. Dia menyatakan siap mengirimkan tim negosiasi bila AS membutuhkan.
“Jenderal senior tersebut mengakui kepemimpinan kuat presiden dalam membimbing negaranya menuju kesejahteraan nasional dengan semangat patriot sejati,” tulis laporan media Pemerintah Myanmar soal surat kepada AS, seperti dikutip dari Reuters.
Perkembangan terbaru mengungkap Jenderal Min meminta agar tarif dagang terhadap Myanmar dikurangi sampai 10 atau 20 persen. Myanmar akan pula memangkas biaya impor dari AS dari 0 sampai 10 persen.
Myanmar merupakan salah satu sumber utama mineral tanah jarang yang banyak dicari di dunia. Mineral tersebut banyak digunakan dalam pertahanan berteknologi tinggi dan aplikasi konsumen.
Mengamankan pasokan mineral tersebut merupakan fokus utama pemerintahan Trump dalam persaingan strategisnya dengan China.