
Menteri Perdagangan 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, menyebut bahwa sidang perkara importasi gula yang menjeratnya sebagai terdakwa seperti sebuah perang.
Hal itu disampaikan Tom saat membacakan duplik atau jawaban atas tanggapan terhadap replik jaksa, dalam sidang kasus dugaan korupsi importasi gula, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/7).
Dalam duplik itu, Tom menyebut bahwa perkara ini merupakan pertama kali baginya menyaksikan langsung perdebatan yang terjadi selama persidangan. Hal itulah yang diibaratkan Tom seperti perang.
"Perkara ini adalah pertama kalinya dalam hidup saya, saya menyaksikan langsung, bahkan langsung dari kursi seorang terdakwa, pertarungan dalam persidangan antara Penuntut, Penasihat Hukum, para saksi, para ahli, terdakwa, dan pihak-pihak lain yang menjadi bagian dari perkara," kata Tom dalam persidangan, Senin (14/7).
"Yang saya amati, pertarungan ini benar-benar seperti perang, dengan rudal dan roket tuduhan, bantahan, kesaksian, serta keterangan, pro dan kontra, yang diluncurkan ke dalam medan pertempuran," jelasnya.
Tom pun menilai suasana saling berdebat yang dilihatnya itu selama persidangan dengan menggunakan istilah 'kabut dan asap peperangan'.
"Benar-benar 'all hands on deck'—semua pihak mengerahkan semua sumber daya, demi kemenangan. Tepat banget istilah 'kabut dan asap peperangan', atau maaf dalam bahasa Inggris 'The Fog of War'," ucap dia.
Tom memaklumi masing-masing pihak baik jaksa maupun penasihat hukum berjuang sekeras-kerasnya untuk memenangi pertarungan. Ia pun mengingatkan untuk tiap pihak mengambil jeda sejenak.
"Namun, kita sudah mencapai suatu titik, di mana hemat saya saatnya mengambil jeda sejenak. Supaya debu, abu, kabut dan asap dari peperangan dalam persidangan, dapat mengendap. Sehingga, udara kembali jernih dan suasana dapat kembali hening," tutur Tom.

"Sehingga, Majelis Hakim dapat mempertimbangkan, dapat merenungkan perkara ini dengan pikiran, hati, dan jiwa yang juga tenang dan jernih," imbuh dia.
Menurut Tom, pengambilan keputusan dalam suasana tenang dan jernih akan dapat menghasilkan putusan yang berprinsip pada keadilan.
"Karena kalau masih tetap suasana abu, debu, asap, kabut, dan berisik, maka akan sulit untuk dapat mewujudkan keadilan melalui proses nurani yang tenang dan dalam," ujar Tom.
"Itulah kenapa sekali lagi, saya mengajak semua pihak untuk sekarang masuk ke dalam sebuah masa di mana kita hanya mengedepankan fakta, realita, dan logika objektif," pungkasnya.
Dalam kasus ini, Tom Lembong dituntut 7 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa meyakini bahwa Tom Lembong terbukti bersalah dan terlibat dalam kasus dugaan korupsi importasi gula yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 578,1 miliar.
Usai dituntut 7 tahun penjara, Tom Lembong menilai bahwa isi dari surat tuntutan jaksa sama sekali mengabaikan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan selama ini.
Tom juga mengaku kecewa lantaran tak adanya pertimbangan jaksa terkait sikap kooperatif yang telah dia tunjukkan selama ini.