
Sesaknya kompetisi di tengah maraknya pemain dan brand baru di Indonesia, membuat beberapa merek melakukan strategi perang harga jual guna menarik minat calon konsumen. Pabrikan Jepang seperti Suzuki coba memberi pandangannya.
Deputy Managing Director PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), Donny Saputra menilai bahwa strategi harga antar merek sejatinya tidak berlaku baru-baru ini. Ia merefleksikan fenomena tersebut sudah eksis sejak era tahun 80-an.
"Mohon maaf, kalau menurut saya pricing itu dalam arti sempit lagi price war tidak hanya sekarang ini, dari tahun 80-an pun sudah ada perang harga antar merek," buka Donny ditanya soal prediksi perang harga akan bertahan lama di Jakarta pada akhir pekan kemarin.
Hal yang sedikit membedakan sekarang dibanding lalu, menurutnya saat ini kompetitor yang bertarung pada segmen serupa kian banyak. Menawarkan produk yang mirip-mirip satu sama lain dan pilihannya bisa mencapai 8-9 model.

"Ya, memang salah satu bentuk kompetisi adalah pricing tapi kan kompetisi tidak hanya harga saja. Kompetisi juga ada di produk, ada di pelayanan, ada apa namanya di layanan purnajual dan lain sebagainya. Pricing hanya salah satu faktor," imbuh Donny.
Manuver perang harga di Tanah Air mulai mencuat beberapa waktu terakhir. Paling terlihat adalah kompetisi dari jenama China, utamanya soal korting banderol mobil listrik yang kompetisinya semakin masif dan banyak.
Nama-namanya pun cukup banyak, misalnya mulai dari MG yang beberapa kali memangkas harga MG 4 EV dan penambahan varian terendah yang dijual Rp 240 jutaan. Padahal waktu awal peluncurannya, Battery Electric Vehicle (BEV) itu dilepas Rp 600 jutaan.
Kemudian ada BAIC hingga Jetour yang turut memotong harga jual mobil konvensional mereka di segmen SUV. Beberapa varian di antaranya kini memiliki price tag yang mendekati model-model lainnya di dalam negeri.

Sampai Neta dan Chery yang tak mau ketinggalan merevisi produk BEV mereka. Tetapi langkah obral harga lebih murah tersebut tidak bisa dilihat secara sederhana, kebanyakan disebabkan banyak faktor seperti efisiensi biaya produksi karena statusnya sudah dirakit lokal.
"Apakah merek Jepang yang lain ikut melakukan hal tersebut? Kami melihat bahwa kami tidak akan melakukan hal tersebut selama kami masih menjaga value yang kami deliver kepada konsumen melalui produk kami," tegas Donny.
Suzuki, disebutnya, merupakan salah satu pemain ulung di industri otomotif nasional dan sudah ada selama lebih dari 50 tahun. Pabrikan memiliki strategi dan cara pendekatan berbeda agar nilai produknya tetap kompetitif di pasaran.
"Kalau dari kami sendiri kami beranggapan bahwa kualitas produk dan layanan itu yang harus kami jaga dengan baik. Jadi sampai dengan saat ini kami tidak berencana untuk memangkas harga dari model-model kami," terangnya.
Dirinya menekankan, Suzuki terus berupaya menawarkan kualitas produk dan layanan kepada konsumennya. Juga tak menutup mempertimbangkan hal-hal yang mungkin dapat mengurangi biaya kepada konsumen, tanpa mengurangi kepercayaan konsumen.
"Kami tidak akan mengorbankan kualitas dalam hal ini adalah kualitas produk maupun kualitas layanan kami hanya untuk memangkas harga demi kepentingan jangka pendek dibandingkan dengan hubungan yang akan kami jalankan kepada konsumen secara jangka panjang," tandas Donny.