
Merantau untuk menjalankan pendidikan atau alasan pekerjaan memang terkadang bisa menjadi hal yang berat, Ladies. Meninggalkan rumah tempat kita tumbuh besar lalu mulai menanggung biaya hidup sendiri, menjadi fase pendewasaan yang perlu dilalui oleh sebagian orang.
Namun ternyata, fase pendewasaan ini memiliki pola yang cukup berbeda antara perempuan dan laki-laki. Perempuan yang identik dengan kepribadian yang lebih cepat dewasa secara emosional, cenderung lebih siap menghadapi tantangan hidup mandiri.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Sallie Mae pada seribu sarjana baru di Amerika Serikat, hanya ada 28 persen perempuan yang belum siap untuk merantau, sedangkan jumlah laki-laki yang belum siap merantau mencapai angka 45 persen.

Banyaknya laki-laki yang enggan untuk merantau dan pindah dari rumah orang tua menjadi salah satu cerminan perubahan besar terkait dinamika gender di kalangan generasi muda. Alasan laki-laki dan perempuan enggan merantau pun sangat berbeda.
Meskipun biaya kos memang menyita sebagian besar gaji para fresh graduated, tapi tak semua laki-laki yang memilih diam di rumah bertujuan menghindari biaya hidup yang tinggi ini. Sedangkan, perempuan cenderung memilih tinggal di rumah untuk menabung dan nyaman tinggal bersama keluarga.
Bryan Driscoll, seorang HR Consultant mengatakan bahwa kesenjangan ini terjadi karena perempuan dan laki-laki ditekan oleh masyarakat dengan cara yang berbeda. Perempuan generasi Z tumbuh di masyarakat yang meremehkan mereka, sehingga mereka harus membuktikan kalau mereka mampu.
Sebaliknya, laki-laki tidak menghadapi tekanan yang sama. Hasilnya, kita bisa melihat perempuan muda yang tangguh dan mandiri, sedangkan laki-laki selalu diwajarkan dan dimaklumi, sehingga mereka tidak dituntut untuk mandiri.
Driscoll mengatakan bahwa hal ini bisa menyebabkan dampak jangka panjang yang serius jika norma gender yang ketinggalan zaman ini tidak diubah.

“Orang tua sering kali mengharapkan anak perempuan untuk membantu urusan rumah, sementara anak laki-laki dibebaskan dari tanggung jawab itu. Jadi, tidak mengherankan siapa yang lebih siap menghadapi kehidupan dewasa,” ujarnya.
Kalau dinamika ini tidak diubah, masyarakat akan terus melihat kemandirian yang tertunda, karier yang mandek, dan generasi laki-laki yang secara emosional dan profesional tertinggal dari perempuan sebayanya.
Hal ini tentunya menjadi sorotan karena di 2022 saja, jumlah perempuan jauh melampaui laki-laki dalam hal pendidikan tinggi. Ada sebanyak 50 persen perempuan di Amerika Serikat yang bisa berkuliah pada 2022, sedangkan jumlah laki-laki ada di angka 40 persen. Keengganan laki-laki untuk merantau tentunya bisa jadi mencerminkan perubahan yang lebih besar terkait dinamika gender di kalangan anak muda.