REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musisi dan advokat, Kadri Mohamad, mengkritisi lemahnya tata kelola Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan LMK Nasional (LMKN) dalam pengelolaan royalti musik di Indonesia. Menurutnya, implementasi sistem distribusi yang tak proper, memicu ketidakpercayaan (distrust) dari pencipta maupun pengguna karya.
"Sistem distribusi ini tidak diresapi dan tidak dilaksanakan secara proper. Seperti yang sudah dibahas tadi, ada masalah transparansi yang membuat distrust," kata dia dalam talkshow di TVRI, Jakarta, Senin (4/8/2025) malam.
Menurut dia, lemahnya transparansi bisa dilihat dari tidak adanya sistem koleksi yang memadai dan terintegrasi secara digital. Hal ini membuat proses distribusi royalti menjadi tidak jelas dan sulit dipantau oleh para pencipta maupun pengguna karya.
"Di zaman sekarang, sudah sangat memungkinkan untuk menggunakan sistem digital yang transparan dan akurat. Namun, inisiatif untuk membangun sistem semacam itu masih sangat minim. Akibatnya, banyak pihak menjadi tidak percaya," kata dia.
Ketidakjelasan sistem ini, kata Kadri, menimbulkan ketidakpercayaan dari berbagai pihak, mulai dari penyelenggara acara hingga pelaku usaha seperti restoran dan kafe. Banyak dari mereka yang ragu apakah pembayaran royalti benar-benar sampai kepada para pencipta.
"Karena distrust itu, penyelenggara enggan bayar. Pencipta juga ragu dengan sistemnya. Akhirnya, proses berjalan setengah hati. Tidak ada yang sepenuhnya percaya," kata dia.
Situasi ini juga diperburuk oleh kurangnya edukasi kepada masyarakat mengenai kewajiban membayar royalti. Saat LMK mulai menagih pembayaran royalti secara sesuai aturan ke berbagai tempat usaha, banyak pihak yang terkejut dan menolak.
"Padahal, di seluruh dunia, pembayaran royalti adalah kewajiban hukum. Tapi karena kurangnya sosialisasi, muncul reaksi negatif. Bahkan ada yang bilang, 'ya udah, puter lagu asing saja', Ini jadi kontraproduktif," kata dia.
Kadri pun menekankan pentingnya reformasi menyeluruh dalam tata kelola LMK dan LMKN, termasuk pembenahan sistem manajemen, peningkatan transparansi, adopsi teknologi digital, serta penegakan hukum yang jelas. "Sistem LMK dan LMKN pada dasarnya merupakan mandat dari Undang-Undang Hak Cipta yang bertujuan menciptakan tata kelola hak ekonomi pencipta secara kolektif dan efisien. Jadi sistem ini harus dibangun ulang dengan keseriusan. Karena kalau tidak, trust itu tidak akan pernah tumbuh," kata dia.