
Di tengah dominasi pelatih laki-laki di ajang HYDROPLUS Piala Pertiwi U-14 & U-16 2025 All Stars, sosok yang satu ini mencuri perhatian.
Namanya Dian Nadia Mutiara, pelatih kepala All Stars Bandung. Ia berhasil mempersembahkan gelar juara Piala Pertiwi All-Stars edisi perdana setelah menaklukkan Tangerang 1-0.
Namun, jalan Dian menuju puncak ini jauh dari kata mulus. Ia mengaku pernah dianggap sebelah mata hanya karena ia seorang perempuan.
Meski begitu, dirinya tak ingin ambil pusing. Suara-suara negatif mengenai dirinya tak ia hiraukan. Fokusnya adalah menunjukkan bahwa wanita juga bisa berkarier sebagai pelatih sepak bola.
“Kita wanita juga tidak kalah dengan pria. Wanita juga bisa memegang tim, bisa melakukan pendekatan pemain dengan cara yang berbeda. Sebagai wanita tidak ada istilahnya kagok gitu, ya,” ujar Dian kepada kumparanBOLANITA saat dijumpai di Hotel Griptha, Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (12/7).
“Kita tunjukkan dengan prestasi saja. Jadi, saya tidak mau ambil pusing meskipun memang banyak sih yang saya tahu meragukan kapasitas atau kemampuan pelatih wanita itu,” sambungnya.

Dari Seragam Merah Putih Jadi Pelatih
Sebelum menjadi pelatih, Dian Nadia aktif sebagai pemain sepak bola. Karier bermainnya dimulai pada 2009 di sebuah sekolah sepak bola (SSB) milik Papat Yunisal, kini Ketua Dewan Pertimbangan ASBWI, di Bandung.
Setahun kemudian, Dian tergabung dalam tim Jawa Barat untuk turnamen tingkat provinsi. Ia juga sempat memperkuat Queen, salah satu SSB pelopor sepak bola wanita di Bandung.
Perjalanan itu yang kemudian membawanya mengikuti seleksi tim nasional pada 2010, hingga akhirnya sukses mengenakan seragam Merah Putih di pertandingan persahabatan kontra Bahrain pada 2010 dan AFF Women’s Championship 2011 Laos.
Di pertengahan 2011, pelatih kelahiran Bandung, 31 Agustus 1990 itu juga berkesempatan menjadi duta sepak bola wanita Indonesia dalam program pertukaran di San Francisco dan Oregon, Amerika Serikat, selama tiga pekan.
Meski Dian hanya mencatatkan empat caps di tim nasional, hal itu bukan karena kurang prestasi, melainkan karena vakumnya Timnas Wanita Indonesia di era 2012-2018.
“Jadi, federasi sama sekali tidak mengirim pemain Timnas Wanita Indonesia untuk sekadar bermain di friendly match atau AFF,” ucap Dian.
Disaat federasi tertidur, Dian memilih tetap dekat dengan lapangan hingga akhirnya ia menemukan panggilan baru, yakni menjadi pelatih.
Kini, selain melatih di Akademi Persib, Dian juga aktif sebagai guru Bahasa Inggris di salah satu SMP negeri di Bandung.

Berlisensi B Nasional
Dian merupakan satu dari sedikit pelatih wanita yang sudah mengantongi Lisensi B Nasional. Lisensi itu ia raih setelah mendapat beasiswa pada Oktober 2024 lalu.
“Sulit sih memang, karena ya kalau kita tidak dibarengi dengan public speaking yang bagus, komunikasi ke pemain, kemudian bahasa, harus mengerti juga bahasa-bahasa Inggris dalam sepak bola. Jadi kalau tidak didukung dan ditunjang dengan hal-hal seperti itu, agak sedikit sulit,” ujar Dian.
Kini, dengan lisensi dan pengalaman yang ia miliki, Dian terus berusaha membuka jalan untuk lebih banyak wanita terjun ke dunia kepelatihan sepak bola. Dan di Piala Pertiwi All Stars 2025 ini, ia membuktikan bahwa pelatih wanita juga bisa membawa timnya juara.
“Mudah-mudahan setelah jadi pemain, kalian juga bisa tetap berkarier di sepak bola, entah menjadi wasit, match commissioner, ataupun pelatih wanita. Yang penting kalian masih ada dalam lingkup sepak bola wanita,” pungkas Dian.