REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kematian Arya Daru Pangayunan, diplomat muda Kementerian Luar Negeri yang ditemukan meninggal dengan wajah terlilit lakban kuning di sebuah kamar kos di Jalan Gondangdia Kecil, Menteng, Jakarta, masih menyisakan banyak tanda tanya. Keluarga Arya melalui tim penasihat hukumnya mengungkap berbagai kejanggalan yang belum terjawab pasca pihak kepolisian menggelar konferensi pers di Polda Metro Jaya pada akhir Juli 2025, lalu.
Kuasa hukum keluarga, Nicholay Aprilindo, mendesak aparat kepolisian untuk menggelar rekonstruksi ulang serta melakukan autopsi secara menyeluruh atas jenazah Arya. Mereka masih meragukan dugaan awal yang menyebutkan bahwa Arya meninggal tanpa keterlibatan pihak lain dan tidak ada tindak pidana.
"Penasihat hukum keluarga minta kepolisian untuk melakukan rekonstruksi ulang, kemudian autopsi lengkap dari almarhum untuk mengetahui penyebab kematian," ujar Nicholay saat memberikan keterangan pers di Yogyakarta, Sabtu (23/8).
Sejumlah Kejanggalan
Kedua permintaan ini muncul setelah ditemukannya beberapa hal yang dianggap janggal, termasuk keberadaan obat CTM dan parasetamol yang ada di dalam tubuh Arya setelah hasil pemeriksaan keluar.
Menurut Nicholay, berdasarkan keterangan istri Arya, sang diplomat tidak pernah mengonsumsi obat tersebut dan tidak memiliki riwayat alergi.
"Dari mana CTM itu masuk dan berapa kadarnya sampai sekarang belum diungkapkan. Kalau autopsi lengkap harus diambil ginjalnya, paru, jantung, sehingga mengetahui kandungan obat apa dan zat apa di dalam tubuh korban," katanya.
Tak hanya soal obat, pihak keluarga juga menyoroti adanya luka lebam di tubuh Arya yang menimbulkan dugaan kuat kekerasan fisik sebelum kematiannya. Nicholay menambahkan bahwa keluarga memiliki bukti visual berupa foto kondisi jenazah Arya yang memperlihatkan adanya memar di bagian wajah hingga bagian bibir yang tampak nyonyor seperti habis dipukul.
"Ada beberapa bukti foto dari keluarga almarhum. Kelihatan bibir mayat itu nyonyor ini perlu didalami, sehingga tau persis penyebab kematian," ucap dia.
"Masa almarhum (kalau dikatakan -Red) bunuh diri dengan melukai tubuhnya dahulu, menghajar tubuhnya dahulu sampai lebam, lalu melakban," katanya mempertanyakan.
Lebih jauh, Nicholay juga menyinggung kemungkinan keterlibatan pelaku profesional yang tidak meninggalkan jejak di tempat kejadian. "Dan kalau dikatakan masalah sidik jari dan sebagainya. Sekarang pembunuh-pembunuh profesional yang mempunyai keahlian khusus mereka punya peralatan canggih contohnya sarung tangan tanpa jejak tidak meninggalkan sidik jari dan sebagainya," ungkap dia.
TKP Jadi Sorotan, Mulai dari Kunci Kamar-CCTV
Selain itu, kondisi tempat kejadian perkara (TKP) juga menjadi sorotan. Kuasa hukum, mengatakan kejanggalan terkait jendela kamar kos Arya yang dapat dibuka dengan mudah oleh penjaga kos pada pagi hari penemuan jasad ikut menjadi sorotan.
"Posisi grendel yang masuk ke lubang, semestinya menyulitkan jendela kamar untuk dibuka. Tapi, dalam peristiwa Daru, jendela kamar bisa dibuka dengan cara mencungkil bagian pojok kiri bawah dekat pintu," ucapnya.
Kejanggalan selanjutnya, ditemukan fakta bahwa kunci kamar yang seharusnya hanya satu, ternyata penjaga kos memegang dua kunci.
"Kemudian ketika dia (penjaga kos -Red) mengatakan bahwa kunci dari kamar almarhum itu hanya satu, tapi pada saat pagi dia membuka dapat kunci lain juga ada dua, berarti double. Ini perlu didalami, kok pemegang kunci penjaga kos bisa memegang dua kunci. Ini kan belum lengkap," ucap Nicholay.
Penjaga kos, yang bernama Siswanto, juga menjadi sorotan dalam peristiwa ini, termasuk klaim yang menurut keluarga tidak benar terkait penggeseran arah kamera CCTV.
Nicholay memastikan bahwa istri almarhum tidak pernah meminta untuk menggeser CCTV tersebut.
"Istri almarhum menyatakan tidak pernah meminta penjaga kos pergeseran CCTV, sehingga timbul pertanyaan kami dari mana penjaga kos Siswanto itu menyatakan ada permintaan dari istri almarhum untuk menggeser CCTV? Ini jelas, pengaburan fakta kalau bagi kami. Itu perlu didalami," ungkapnya.
Pertanyakan Sosok V dan D
Dalam kesempatan ini, Nicholay juga menyampaikan daftar sejumlah orang yang harus diperiksa lebih mendalam karena dianggap berada di dekat Arya saat-saat terakhir sebelum kematiannya, terutama sosok V, D dan sopir taksi yang mengantarnya.
V dan D diketahui menjadi orang yang terakhir kali bertemu Arya sebelum jenazahnya ditemukan di kosnya di Gondia International Guesthouse, Jalan Gondangdia Kecil, Menteng, Jakarta Pusat, dengan wajah terlilit lakban. Menurut keluarga, sampai saat ini polisi belum memberikan penjelasan memadai terkait pertemuan Arya dengan kedua orang tersebut.
Pihak penyidik harus mengusut lebih jauh peran dan informasi apa yang diberikan oleh kedua sosok itu kepada Arya sehingga membuatnya tampak panik.
"Ini perlu didalami oleh pihak penyelidik sejauh mana peran dari kedua oknum itu, informasi apa yang diberikan kepada almarhum. Sehingga almarhum kelihatannya seperti orang panik, itu perlu diungkapkan," kata dia.
Instagram-WhatsApp Sempat Aktif Padahal HP Arya Dinyatakan Hilang
Lebih lanjut, pihak keluarga juga mempertanyakan kejanggalan terkait aktivitas akun media sosial almarhum. Polisi sebelumnya menyatakan ponsel Arya Daru hilang dan belum ditemukan, namun ternyata akun Instagram dan WhatsApp miliknya sempat aktif beberapa waktu lalu.
Keluarga pun mendesak agar penyelidikan mengenai keberadaan dan aktivitas ponsel Arya Daru diperjelas oleh kepolisian.
"Ini menjadi misteri juga, dikatakan HP-nya hilang tapi kok bisa on di Instagram dan centang dua di WhatsApp. Nah hal-hal ini lah yang perlu kita dalami bersama dengan penyelidik," kata Nicholay.
Respons Ayah Kandung Arya Daru
Dari sejumlah kejanggalan ini, Ayah kandung Arya Daru, Subaryono berharap anaknya bisa mendapat keadilan dan misteri kematiannya bisa segera terungkap. Keluarga meyakini bahwa kematiannya bukanlah akibat bunuh diri.
Keyakinan itu muncul karena Arya Daru tengah berada dalam masa paling membahagiakan dalam hidupnya, terutama dengan persiapan penugasan ke Finlandia yang sudah matang. "Bahkan Arya Daru telah menyiapkan segala sesuatunya, termasuk rencana memboyong istri, anak-anak, hingga orang tuanya untuk ikut menetap di Eropa. Sebelum ke Finlandia, anak saya dan keluarga sangat gembira. Cucu-cucu saya juga sudah direncanakan sekolah di sana. Semua sudah disiapkan," ujar Subaryono.
Subaryono menjelaskan alasan mengapa keluarganya baru berani angkat bicara sekarang karena masih dalam kondisi terpukul dan bingung akibat informasi yang simpang siur mengenai kematian Arya Daru. Mereka berharap keadilan dapat ditegakkan. Dalam kesempatan ini, Ayah Arya Daru juga secara khusus memohon kepada Presiden Prabowo Subianto agar membantu mengungkap kasus ini secara transparan.
Menurut keluarga, masih banyak fakta yang belum dijelaskan secara jelas oleh kepolisian, meski keluarga telah memberikan informasi secara lengkap.
"Kami tidak berdaya karena informasi bervariasi. Yang saya tahu Daru di mata kami adalah dia pribadi mandiri, bertanggung jawab. Kami mohon kepada Bapak Presiden untuk segera bisa menginstruksikan kepada pihak yang kami sebutkan. Semoga misteri ini terungkap dan Daru serta keluarga mendapatkan keadilan," ungkapnya