
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar buka suara terkait penundaan rilis data Kemiskinan di Indonesia Semester I 2025 dan data Tingkat Ketimpangan Pengeluaran Penduduk Indonesia Semester 1 2025.
Amalia mengungkapkan, penundaan rilis dilakukan karena BPS sedang memastikan kualitas dalam menyajikan dan menyampaikan data seobjektif mungkin. Ia menepis penundaan ini dilakukan karena adanya pesanan data.
“Ini salah satu alasan kami yang tanggal 15 Juli kemarin kami menunda. Kami ingin memastikan kualitas dan keakuratan data. Jadi tidak ada alasan lain. Kami tidak pernah mendapatkan pesanan (data), kami ingin terus mengedepankan kualitas,” jelas Amalia dalam RDP bersama Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (17/7).
Menurutnya, BPS hingga kini dijadikan rujukan dalam berbagai kebijakan publik, sehingga tidak boleh ada kesalahan dalam penyajian data. Bahkan ia mengatakan bahwa pihaknya tengah memfinalisasi angka-angka yang akan dirilis dalam waktu dekat dan memastikan keakuratannya, terutama merespons rilis terbaru dari Bank Dunia.
Amalia juga menyoroti penundaan lain yang dilakukan oleh BPS terkait rilis data ekspor-impor yang dijadwalkan pada 15 Mei menjadi 1 Juni lalu.
“Mengapa (ditunda)? Karena ternyata waktu yang hanya dua minggu tidak cukup untuk Kam melakukan double checking terhadap kualitas data. Ada juga data yang belum masuk (saat itu), yaitu data dari PT POS,” jelas Amalia.
Kemudian, ia juga membeberkan bahwa langkah penyesuaian jadwal ini juga bertujuan agar seluruh provinsi dapat mengumumkan data secara serentak di 34 provinsi di Indonesia. “Kalau tanggal (15 Mei) itu tidak bisa kami umumkan secara serentak karena baru hanya 6 provinsi yang siap,” tambah Amalia.
Dalam kesempatan yang sama, Komisi X DPR RI mengkritik keputusan Badan Pusat Statistik (BPS) yang secara mendadak menunda rilis data rutin. Wakil Ketua Komisi X, Maria Yohana Esti Wijayati, menegaskan bahwa data BPS memiliki peran vital dalam memastikan keakuratan dan validitas informasi, khususnya dalam proses pembahasan RAPBN 2026.
“kita kan menyusun target indikator dan (target) ini sangat bergantung kepada data-data dari BPS. Kami meminta supaya BPS untuk bisa menyampaikan data-data secara terbuka, dilakukan di bulan yang semestinya,” ucap wanita yang akrab disapa Esti.
Katanya, ketepatan jadwal rilis data tersebut semakin krusial dalam Pembahasan RAPBN 2026, karena terbukti terdapat perbedaan data terkait target literasi antara Komisi X dan Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Ia menyoroti bahwa dalam dokumen disebutkan target literasi membaca pada 2026 sebesar 65,89, padahal menurut data Perpusnas tahun 2025, angka tersebut telah mencapai 72,44.
“Berarti kan kami salah mencantumkan target di 2026. Nah ini siapa yang kemudian harus memperbaiki sementara kami sudah dok (setuju) itu kemarin di rapat Banggar (Badan Anggaran). Tentu ini kan menjadi problem,” tutur Esti.
Sebelumnya, penundaan data kemiskinan oleh BPS dilakukan sebagai upaya memastikan ketepatan dan kualitas data yang akan disampaikan ke publik.
“Dalam rangka memastikan ketepatan dan kualitas data, Badan Pusat Statistik (BPS) akan menunda waktu rilis angka kemiskinan dalam beberapa waktu yang akan kami umumkan segera,” tulis BPS dalam pengumuman resminya melalui website bps.go.id, dikutip Kamis (16/7).