
Sebuah restoran mewah di Seoul, Korea Selatan, tengah menjadi sorotan publik setelah menyajikan semut sebagai topping dalam hidangannya. Praktik yang tak biasa ini menuai kontroversi dan membuat otoritas setempat turun tangan untuk menyelidiki restoran tersebut.
Restoran fine dining yang terletak di Distrik Gangnam dan tidak disebutkan namanya ini, kerap dikenal menyajikan hidangan-hidangan inovatif. Salah satu menu andalannya adalah sherbet yang diberi topping semut.
Semut ini digunakan bukan sekadar sebagai hiasan, tetapi juga untuk menambah rasa asam alami pada makanan. Tiap porsi menu tersebut dilaporkan dihiasi dengan tiga hingga lima semut. Hidangan ini juga sempat viral di media sosial karena tampilannya yang unik dan memiliki rasa asam yang tidak biasa menurut pelanggannya.
Setelah melihat unggahan tersebut, Kementerian Keamanan Pangan dan Obat-obatan Korea langsung turun tangan untuk melakukan penyelidikan. Dilansir The Korea Times, pada Kamis (10/7), mereka merujuk pemilik restoran beserta entitas perusahaannya ke jaksa penuntut untuk ditinjau lebih lanjut.
"Untuk menggunakan semut sebagai makanan, bisnis harus mendapatkan persetujuan sementara untuk standar dan spesifikasi berdasarkan peraturan keamanan pangan," ujar seorang pejabat Kementerian, dikutip dari Korea JoongAng Daily.

Menurut peraturan di Korea Selatan, penggunaan semut dalam makanan merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Sanitasi Pangan. Sejak 2015, negara tersebut hanya menyetujui 10 spesies serangga untuk dikonsumsi, seperti belalang dan ulat tepung. Semut tidak termasuk dalam daftar tersebut dan tidak diakui sebagai bahan pangan legal.
Restoran itu telah menyajikan sekitar 12 ribu porsi hidangan ini sejak April 2021 hingga Januari tahun ini. Dari menu tersebut, mereka tercatat telah memperoleh pendapatan hingga 120 juta won atau sekitar Rp 1,4 miliar.
Semut-semut yang digunakan diketahui berasal dari dua jenis produk semut kering yang diimpor dari Amerika Serikat dan Thailand. Mengutip South China Morning Post, impor dilakukan melalui pos internasional sejak April 2021 hingga November 2024.
Menanggapi penyelidikan tersebut, pemilik restoran mengatakan kepada penyidik bahwa mereka tidak mengetahui kalau semut termasuk bahan yang tidak legal untuk dikonsumsi. Bahkan, hidangan dengan topping semut ini sebelumnya juga pernah dipromosikan melalui acara televisi.
Kasus ini pun menuai beragam respons dari publik. Beberapa kritikus menilai bahwa regulasi yang terlalu kaku bisa menghambat inovasi di dunia kuliner, terutama bagi restoran yang mencoba menghadirkan pengalaman unik bagi pelanggannya. Saat ini, kasus tersebut masih ditinjau lebih lanjut oleh pihak berwenang untuk menentukan langkah hukum yang akan diambil.
Bagaimana menurut kalian?
Reporter Salsha Okta Fairuz