
Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) mendampingi sebanyak 433 siswa kelas VII hingga kelas IX SMP di Kabupaten Buleleng, Bali yang tidak bisa membaca. Undiksha dipilih oleh Pemkab Buleleng dalam riset ini.
Hasil survei Undiksha menemukan ternyata ada 43,1 persen siswa SMP tersebut berada di level dasar atau belum hafal abjad dan mengeja dalam kondisi terbata-bata.
"Kemudian sebanyak 36,5 persen berada pada level menengah yang artinya mengenal abjad tetapi kesulitan membaca kata panjang atau konsonan ganda," kata Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Undiksha I Wayan Widiana, Jumat (20/6) saat dihubungi.
Selanjutnya, ada 20,4 persen berada pada level lanjutan atau lancar membaca tetapi kurang pemahaman atau kecepatan dalam membaca.
Menurutnya, ada beberapa faktor penyebab para siswa ini tidak bisa membaca. Yakni, daya kognitif siswa lemah, cacat fisik atau gangguan pendengaran, disleksia, gangguan emosional atau psikososial, gangguan komunikasi dan rendahnya motivasi belajar.

Gangguan komunikasi ini biasanya disebabkan anak menggunakan bahasa daerah di lingkungan sehari-hari, di sekolah kesulitan berbahasa Indonesia. Motivasi belajar rendah biasanya dipicu faktor ekonomi dan masalah rumah tangga yang tidak harmonis atau broken home.
Undiksha melibatkan 76 dosen dan 375 mahasiswa mendampingi siswa belajar membaca, menulis dan berhitung sejak awal Mei 2025 lalu.
Metode pembelajaran yang digunakan adalah setiap siswa didampingi satu mahasiswa di sekolah. Waktu belajar selama 3 sampai 4 jam dalam sehari dan tergantung tingkat kemampuan siswa.
Para siswa yang berada level dasar diberikan pembelajaran pengenalan huruf, kartu kata dan menggunakan metode fonik. Dalam metode fonik, anak-anak belajar mengidentifikasi dan menggabungkan bunyi huruf untuk membentuk suku kata, kata, dan kalimat.
Para siswa yang berada level dasar diberi latihan membaca nyaring dan reapeted reading. Repeated reading siswa membaca teks yang sama berulang-ulang hingga mencapai tingkat kecepatan dan ketepatan.

Para siswa yang berada di level lanjutan lebih banyak diajak berdiskusi dan memahami makna kata dan kalimat.
Menurutnya, sebagian besar siswa sudah mengalami perkembangan mulai yang dari tak hafal abjad kini sudah bisa membaca. Namun, pada akhir Juni akan diberikan asesmen untuk melihat perkembangan nyata.
Hasil asesmen ini nantinya dilaporkan ke Pemkab Buleleng untuk ditindaklanjuti. Apakah siswa masih perlu pendampingan atau cukup pendampingan dari guru di sekolah.
"Kalau masih ada kendala, mungkin bulan Agustus sampai September, kami akan lakukan pendampingan tahap kedua," katanya.
Temuan ratusan siswa tak bisa baca di Buleleng ini menjadi sorotan Komisi X DPR RI. Kemendiktisaintek didesak untuk mencari akar permasalahan dan penyelesaiannya.