
PRESIDEN Korea Selatan Lee Jae Myung meminta Presiden Amerika Serikat Donald Trump berperan sebagai peacemaker demi membuka jalan baru menuju perdamaian di Semenanjung Korea. Hal itu disampaikan dalam pertemuan tatap muka pertama keduanya di Gedung Putih, Senin (25/8).
Lee menyebut hanya Trump yang memiliki peluang nyata untuk memulai kembali dialog dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un. Ia merujuk pada pernyataan Kim Yo-jong, adik Kim Jong-un, yang menilai hubungan pribadi antara Trump dan Kim “tidak buruk” sebagai sinyal Pyongyang belum sepenuhnya menutup pintu dialog.
“Jika Anda menjadi peacemaker, maka saya siap menjadi pacemaker,” kata Lee, menekankan pentingnya langkah bersama untuk mengakhiri konflik di semenanjung yang masih terbelah.
Trump menegaskan harapannya bisa bertemu Kim Jong-un tahun ini. Sejak awal masa jabatan keduanya pada Januari, spekulasi berkembang bahwa ia akan kembali menghidupkan diplomasi personal dengan Kim, seperti yang sempat menghasilkan tiga pertemuan bersejarah pada 2018–2019. “Saya akrab dengannya. Korea Utara punya potensi besar,” ujar Trump.
Kerjasama Ekonomi
Selain isu Korea Utara, kedua pemimpin juga membahas kerja sama ekonomi, khususnya di sektor galangan kapal. Seoul menawarkan proyek bersama bertajuk “Make American Shipbuilding Great Again” yang mencakup pembangunan galangan baru di AS, pelatihan tenaga kerja, hingga perawatan kapal. Trump menyambut positif rencana itu, meski mengakui butuh waktu lama untuk direalisasikan.
Lee dan Trump juga menekankan pentingnya kerja sama trilateral dengan Jepang sebagai pilar stabilitas kawasan.
Mengenai keberadaan pasukan AS di Korea Selatan, Trump tidak memberi jawaban jelas soal kemungkinan pengurangan 28.500 tentaranya, namun menyatakan keinginan agar AS memperoleh kepemilikan atas lahan pangkalan militer besar yang saat ini masih berstatus sewa dari Seoul.
Pertemuan ini berlangsung hangat meski sempat diwarnai kegaduhan akibat unggahan Trump di media sosial beberapa jam sebelumnya, yang menyinggung adanya “pembersihan atau revolusi” di Korsel terkait penyelidikan terhadap mantan Presiden Yoon Suk Yeol. Trump kemudian menyebut hal itu hanya “kesalahpahaman” dari laporan tentang penggerebekan gereja dan pangkalan militer. (Yonhap/Z-2)