Kupang (ANTARA) - Subdit IV Unit Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Polda Nusa Tenggara Timur bersama Bareskrim menyelidiki pelaku penyelundupan 12 orang WNA asal Bangladesh yang diamankan oleh aparat kepolisian di Kupang, pada Rabu (6/8) kemarin.
“Pelaku penyelundupan orang masih dalam penyelidikan oleh Subdit IV Unit TPPO di Surabaya,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT Kombes Pol Patar Silalahi saat dikonfirmasi di Kupang, Kamis pagi.
Dia mengatakan 12 WNA tersebut diamankan di salah satu hotel di Kota Kupang, setelah adanya laporan serta penyelidikan yang dilakukan beberapa hari terakhir.
Pihaknya memastikan sejumlah WNA asal Bangladesh tersebut merupakan korban perdagangan orang.
Dari hasil pemeriksaan diketahui 12 WNA Bangladesh itu masuk ke Indonesia tidak melalui jalur resmi, walaupun memiliki paspor atau dokumen keimigrasian yang sesuai dengan aturan yang berlaku.
Baca juga: Kapolda sebut SPPG Polda NTT layani 3.260 siswa di Kota Kupang
Baca juga: Polda NTT siapkan satu dapur SPPG dukung program MBG
Patar menambahkan para WNA itu diketahui berada di salah satu hotel di Kota Kupang, setelah pihaknya mendapatkan informasi dari warga sipil di Kota Kupang.
“Jadi mereka masuk ke Kupang ini sejak 3 atau 4 hari yang lalu dan menginap di hotel tersebut,” tambah dia.
Sejumlah WNA itu juga dari hasil pemeriksaan diketahui diselundupkan dari Malaysia ke pulau Sumatera melalui jalur laut.
Saat menyeberang mereka juga tidak dilengkapi dengan dokumen resmi. Dari Sumatera mereka lalu, berangkat ke Surabaya melalui jalur laut.
“Di Surabaya mereka tinggal selama kurang lebih lima bulan,” ujar dia.
Polisi ujar dia saat ini masih mengambil keterangan dari para WNA tersebut, untuk mengungkap kemana tujuan mereka setelah tiba di Kota Kupang. Apakah ke Australia atau ke negara lain, ujarnya masih diambil keterangan oleh tim kepolisian terkait.
Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.