PT PLN (Persero) menyarankan agar kegiatan jual beli listrik antarnegara alias ekspor listrik dapat terkonsolidasi oleh perusahaan, sebagai badan usaha milik negara (BUMN) di bidang ketenagalistrikan.
Direktur Legal dan Manajemen Human Capital PLN, Yusuf Didi Setiarto, mengatakan PLN saat ini terlibat dalam rencana jangka panjang pembangunan ASEAN Power Grid.
Dengan terbangunnya jaringan listrik yang menjangkau seluruh negara anggota ASEAN tersebut, dia menilai Indonesia bisa mengoptimalkan potensi jual beli listrik ke luar negeri alias ekspor.
"Kita berada di dalam ekosistem negara tetangga dan ada rencana mengenai ASEAN Power Grid, maka jual-beli tenaga listrik antarnegara itu sebuah keniscayaan," kata Didi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR, Selasa (26/7).
Didi menjelaskan, perlu ada strategi jual beli listrik antarnegara yang tercantum dalam sebuah undang-undang, dalam hal ini bisa melalui Rancangan Undang-undang (RUU) Ketenagalistrikan.
"Apakah setiap pelaku usaha bisa mengakses market tersebut atau dikonsolidasikan melalui perusahaan negara. Ini menjadi penting buat kita agar kita bisa mengoptimalkan potensi ekonomi yang ada di sisi Indonesia," tutur Didi.
Dia mencontohkan skema ekspor gas bumi dari Indonesia yang berasal dari berbagai macam blok migas, kemudian diagregasi oleh satu badan usaha negara, yakni PT Pertamina (Persero), untuk berhadapan dengan pembeli.
"Kita punya preseden yang cukup baik ketika kita mengekspor gas ke Singapura yang dikonsolidasikan oleh Pertamina. Kalau kita mengakses pasar Singapura secara individual, block by block, kita akan didikte oleh market Singapura karena dia sudah pakai market clearing," jelasnya.
Dengan demikian, dia menyarankan agar jual beli listrik antarnegara ini dinaungi oleh perjanjian antarpemerintah alias government to goverment (G2G), tidak melalui badan usaha masing-masing.
"Kalau ini di bawah G2G dan dimandatkan kepada satu BUMN untuk bisa mengkonsolidasikan kekuatan nasional, maka kita lah yang mengatur main dengan Singapura. Bukan sebaliknya," tegas Didi.
Didi menyebutkan, PLN sudah menyiapkan konsep tersebut dalam sebuah proposal, namun enggan menjelaskan lebih lanjut dalam rapat tersebut.
PLN mengusulkan RUU Ketenagalistrikan dapat mengatur penugasan pengusaha sebagai aggregator untuk melakukan konsolidasi terhadap pelaksanaan jual beli listrik lintas negara.
Selain itu, transaksi jual beli listrik lintas negara diperlakukan sebagai kerja sama G2G sehingga pemerintah Indonesia mendapatkan manfaat paling optimal dalam kegiatan jual beli listrik lintas negara (tarif listrik premium).
PLN Minta Dukungan Negara Bangun Transmisi Hijau
Di sisi lain, PLN juga meminta dukungan negara untuk membangun transmisi hijau sepanjang 48.000 kilometer sirkuit (kms), dengan total kebutuhan investasi Rp 434 triliun.
Dalam Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, PLN berencana membangun jaringan transmisi sekitar 48.000 kms, dana yang dibutuhkan USD 24 miliar atau setara Rp 434 triliun.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengungkapkan investasi pembangunan transmisi memiliki biaya pokok (cost of fund) yang lebih besar dari rasio keuntungan bersih dari investasi alias rate of return.