
Institute Pertanian Bogor (IPB) merilis hasil penelitian terbaru mereka, terkait penggunaan minyak goreng di rumah tangga. Hasilnya, asap dari minyak goreng meningkatkan risiko kanker paru-paru.
Hasil tersebut diungkap dari analisa para peneliti, dari sejumlah studi kasus.
“Sebuah meta-analisis terbaru dari 23 studi menemukan bahwa asap minyak goreng dikaitkan dengan risiko kanker paru di kalangan wanita tanpa memandang status merokok,” ungkap Dr. dr. Desdiani SpP, MKK, MSc (MBioET), dosen Fakultas Kedokteran IPB University ini, pada Kamis (10/7).
Dari 23 studi tersebut, peneliti IPB menelaah berbagai jenis minyak yang biasa digunakan di rumah tangga.
"Hasilnya, peningkatan risiko kanker paru dilaporkan pada penggunaan minyak lobak dibandingkan dengan minyak biji rami, serta minyak lemak babi dibandingkan dengan minyak sayur," kata Desdiani.
Lalu, ada pula studi epidemiologis di beberapa negara Asia, seperti Tiongkok, Taiwan dan Singapura dan menunjukkan hasil konsisten bahwa paparan asap minyak goreng tanpa ada ventilasi atau alat penghisap asap, berkaitan erat dengan meningkatnya risiko kanker paru.
Sebab, paparan asap itu merusak sel yang ada di dalam tubuh.

"Salah satu senyawa mutagenik utama dalam asap minyak goreng, trans trans-2,4-decadienal (tt-2,4-DDE), telah terbukti mengurangi tingkat kelangsungan hidup sel eritroleukemia manusia dan menyebabkan kerusakan oksidatif yang signifikan pada DNA kromosom,” jelas Desdiani.
Desdiani kembali menjelaskan, saat dipanaskan dengan suhu tinggi, minyak goreng akan menghasilkan senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH). Nah, senyawa ini jadi faktor karsinogenik utama.
Karisnogenik adalah zat atau substansi yang berpotensi menyebabkan kanker pada hewan atau manusia.
Ini penting diperhatikan, mengingat banyak ibu-ibu atau emak-emak di kawasan Asia Tenggara masih memasak dengan minyak goreng tanpa perlindungan asap yang memadai.
"Hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) yang berasal dari minyak goreng yang dipanaskan pada suhu tinggi bisa menjadi faktor penyebab Lung Cancer in Never Smokers (LCINS), khususnya di kalangan perempuan Asia,” lanjut Dr Desdiani.
Untuk mengurangi bahkan mencegah risiko ini, Desdiani mengingatkan pentingnya mitigasi terhadap paparan asap.
"Penggunaan ekstraktor asap saat memasak merupakan langkah kritis," ujarnya.
Menurut Desdiani, lebih baik mencari alternatif memasak yang menghindarkan tubuh dari paparan senyawa karsinogenik yang muncul dari minyak.
"Untuk mengurangi risiko kanker paru yang tidak disadari banyak orang, Dr Desdiani mengingatkan pentingnya edukasi dan perubahan kebiasaan memasak, khususnya di lingkungan rumah tangga," tutup Desdiani.