
PT Pertamina (Persero) menjajaki penambahan porsi impor liquified petroleum gas (LPG) dari Amerika Serikat (AS) dari 57 persen menjadi sekitar 60 persen dari total impor LPG perusahaan.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, mengatakan perusahaan sudah meneken kerja sama berupa nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) pengadaan minyak mentah (crude) dari AS.
MoU tersebut, kata Fadjar, diteken dengan beberapa mitra Pertamina di AS. Namun, perjanjian tersebut belum termasuk pengadaan LPG yang rencananya akan terus ditingkatkan secara bertahap.
"Sampai per tahun 2024, porsi impor LPG dari Amerika Serikat kita sudah cukup besar ya 57 persen, dan memang ada penjajakan untuk peningkatan ke 60 persen, nah itu akan kita jajaki juga," ungkap Fadjar saat ditemui awak media di Jakarta, Kamis (17/7).
Meski begitu, dia masih belum bisa membeberkan nominal dan volume pengadaan minyak mentah maupun LPG dari AS yang menjadi bagian dari kesepakatan perdagangan untuk menurunkan tarif impor resiprokal.
Sebagai bagian dari kesepakatan ini, Indonesia telah berkomitmen untuk membeli USD 15 miliar dalam bentuk impor barang energi dari AS, USD 4,5 miliar dalam impor produk pertanian Amerika, dan pembelian 50 pesawat Boeing, banyak di antaranya tipe 777.
"Karena LPG memang sudah berjalan, sudah besar juga porsinya, jadi mungkin itu yang bisa dijalankan. Sementara kalau minyak mentah kan juga perlu waktu untuk proses tender pengadaan dan sebagainya," jelas Fadjar.
Fadjar menegaskan peningkatan porsi impor LPG dari AS ini bukan menambah kuota impor, melainkan pergeseran alokasi impor dari negara lain, terutama dari Timur Tengah.
Dia menyebutkan, Pertamina akan menyesuaikan kembali kontrak pengadaan LPG yang masih berjalan dengan mitra lain. Perusahaan biasanya membuka lelang atau tender pengadaan LPG dalam periode waktu tertentu.
"Pertamina Patra Niaga itu kan membuka tender dalam periode waktu tertentu, misalnya untuk pengadaan Juli-Agustus, kita buka tender di beberapa bulan sebelumnya. Mungkin kontrak jangka pendek itulah yang akan kita sesuaikan," ungkap Fadjar.
Perusahaan, lanjut dia, memastikan seluruh proses pengadaan LPG dari AS ini berjalan sesuai prosedur profesional secara business to business (B2B).
"Selama ini misalnya dengan pihak tertentu kontraknya sudah selesai, ya sudah kan, nanti untuk pengadaan berikutnya bisa ikut tender lagi. Sepertinya nggak no issue sih. Kita harapkan tidak ada (masalah diplomasi) ya karena itu murni business to business," tandas Fadjar.