Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi China saat ini hanya berkisar 4 hingga 5 persen dari proyeksi awal yang berada di 12,3 persen.
Dia juga memaparkan pertumbuhan ekonomi India yang diproyeksikan berada di 6 persen dan Indonesia di kisaran 5 persen. Kondisi tersebut berimplikasi langsung pada melemahnya permintaan komoditas global, termasuk komoditas unggulan Indonesia.
“Narasi pertumbuhan (ekonomi global) itu semakin penting saat ini. Nah ini kenapa kami menjelaskan pertumbuhan ekonomi global terutama China karena ini akan berdampak kepada demand atau permintaan terhadap komoditas (global) sendiri,” kata Andry dalam agenda Economic Outlook Q3 2025 secara daring, Kamis (28/8).
Menurut Andry, data terbaru menunjukkan harga global batu bara turun 11,7 persen, crude palm oil (CPO) melemah 3 persen, dan nikel terkoreksi 2,1 persen. Satu-satunya komoditas yang mencatat kenaikan signifikan adalah emas, yang melonjak hampir 27 persen.
Meskipun demikian, ruang terjadinya commodity price crash dinilai relatif kecil. Harga komoditas utama Indonesia masih berada pada level yang cukup tinggi dibandingkan dengan harga keekonomian.
“Kami sendiri melihat bahwa ruang commodity price crash itu sangat kecil ya, jadi kami masih memandang kalaupun memang terjadi penurunan (ekspor Indonesia), forecast kami itu masih berada di level yang relatif cukup tinggi ya,” kata Andry.
Kemudian, Andry menambahkan bahwa kesulitan China menembus pasar Amerika Serikat (AS) akibat hambatan tarif resiprokal juga membuat produk-produk asal negeri itu mencari jalur baru, salah satunya ke negara berkembang termasuk Indonesia. Kondisi ini dinilai menekan daya saing industri dalam negeri dan memunculkan risiko tambahan pada struktur perdagangan domestik.
“Dengan kesulitannya China memasuki market Amerika Serikat, itu berdampak (terhadap) membanjirnya juga barang-barang produk dari China (yang) kemudian masuk ke Indonesia. Salah satunya ke emerging market dan termasuk Indonesia,” tutur Andry.
Kendati demikian, Andry memastikan masih terdapat ruang ekspor bagi sejumlah komoditas Indonesia seperti kopi, coklat, dan kelapa yang menunjukkan tren permintaan tinggi dari negara-negara berpopulasi besar dengan potensi pertumbuhan tinggi.
“Misalnya di kopi, di coklat, kelapa. Saya rasa ini adalah hal-hal yang kemudian akan bisa mendorong atau membantu neraca perdagangan kita terutama dari sisi ekspor karena ini demandnya cukup tinggi,” kata Andry.