
Banyak orang menganggap bahwa malam 1 Suro dan 1 Muharam sama saja. Padahal, ada beberapa perbedaan malam 1 Suro dengan 1 Muharram yang perlu diketahui.
Saat malam 1 Suro tiba, masyarakat Jawa umumnya menggelar sejumlah tradisi yang telah dilakukan dari masa ke masa. Agar lebih mengenal tradisi tersebut, penting selali memahami sejarah malam 1 Suro dan 1 Muharam.
Perbedaan Malam 1 Suro dengan 1 Muharram

Perbedaan malam 1 Suro dengan 1 Muharram terletak pada tradisi yang dilakukannya. Tanggal 1 Muharam dalam kalender Islam menjadi penanda bergantinya tahun baru Hijriah. Biasanya, umat muslim menyambut pergantian tahun tersebut dengan melakukan sejumlah amalan.
Pada dasarnya, timeline atau waktu datangnya 1 Muharam dan 1 Suro sama saja. Hal yang membedakannya terletak pada cara penyebutannya saja. Secara umum, keduanya adalah bulan baru yang menjadi awal pergantian tahun.
Hanya saja, 1 Suro berkaitan erat dengan peringatan Tahun Baru Jawa. Sistem penanggalan pada kalender Jawa sama seperti sistem penanggalan Islam.
Pasalnya, pergantian tanggal atau hatinya dimulai saat terbenamnya matahari, tepatnya pada waktu magrib. Hal ini jelas berbeda dengan pergantian hari pada kalender masehi yang dimulai pada pukul 00.00 WIB atau tengah malam.
Sejarah 1 Muharam bagi Umat Islam

Mengutip buku Siapa Berpuasa Dimudahkan Urusannya oleh Khalifa Zain (2015), Muharam adalah bulan pertama dalam kalender Islam sesuai dengan penanggalan Qomariyah. Bulan ini termasuk salah satu dari asyhurul hurum atau bulan yang dimuliakan oleh Allah Swt.
Dikarenakan menjadi bulan yang dimuliakan, umat muslim dianjurkan melakukan berbagai macam amalan. Salah satunya yakni puasa Asyura yang dilakukan pada 9, 10 dan 11 Muharam. Adapun tingkatan keutamaannya berada satu level di bawah puasa Ramadan.
Umat muslim juga dianjurkan untuk tidak melakukan perbuatan yang berdosa atau melanggar syariat Islam. Hal ini dijelaskan dalam hadist berikut:
Sejarah 1 Suro bagi Masyarakat Jawa

Penamaan malam 1 Suro dimaknai sebagai bulan pertama dalam kalender Jawa maupun Islam. Kata 'Suro' berasal dari kata 'Asyura' dalam bahasa Arab. Sebutan tersebut pertama kali dibuat oleh Sultan Agung, Pemimpin Kerajaan Mataram Islam. Saat itu, ia menggabungkan sistem penanggalan hijriah dengan tarikh Saka.
Penggabungan tersebut bertujuan agar perayaan keagaaman bisa digelar secara bersamaan. Apalagi, hal ini dapat menjadi wadah untuk mempersatukan masyarakat Jawa yang saat itu masih terpecah. Mereka terdiri dari kaum Abangan (Kejawen) dan kaum Putihan (Islam).
Baca juga: Tradisi Malam 1 Suro, Malam Sakral untuk Orang Jawa
Jadi, perbedaan malam 1 Suro dengan 1 Muharram hanya terletak pada penamaan dan tradisi yang dilakukan. Keduanya sama-sama menjadi penanda dari pergantian tahun baru Hijriah. (DLA)