
DOSEN Ilmu Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Alfath Bagus Panuntun El Nur Indonesia, menilai, ada kegagalan reformasi kepolisian pascareformasi yang membuat institusi ini masih rentan dipolitisasi. Ia menyoroti, cara-cara polisi, dalam satu dekade terakhir, kerap digunakan sebagai instrumen politik, sehingga tidak sepenuhnya menjalankan fungsi perlindungan masyarakat.
Menurutnya, dalam kondisi ekonomi yang semakin menekan, paradoks antara hidup sederhana masyarakat dengan fasilitas pejabat memperbesar jurang ketidakpercayaan.
“Negara telah gagal melindungi masyarakat, sehingga kemarahan publik muncul sebagai bentuk akumulasi kekecewaan atas kebijakan yang regresif,” ujarnya dalam siaran pers dari Humas UGM, Minggu (7/9).
Hal itu ditegaskannya menanggapi pola demonstrasi yang terjadi belakangan ini. Menurut dia, pola tersebut berbeda dengan satu dekade lalu.
Kini, peran influencer di media sosial semakin dominan dalam mendorong massa untuk turun ke jalan, menggantikan peran yang dahulu lebih banyak dimainkan organisasi mahasiswa atau aktivis.
Ia juga menilai bahwa sejumlah tuntutan masyarakat yang muncul telah berhasil membingkai gerakan agar lebih jelas arahnya, meski pemerintah sejauh ini belum sepenuhnya merespons dengan substansial.
"Apa yang ditunjukkan saat aksi damai di Yogyakarta pada Senin lalu mencerminkan bagaimana masyarakat tetap bisa kritis dan menyuarakan pendapat dengan cara bermartabat, dan ini bisa menjadi role model bagi bangsa,” tutup dia. (E-2)