Danantara kini sedang menyusun langkah restrukturisasi utang jumbo proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB). Meski demikian, langkah ini dipandang hanya akan mengalihkan beban dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) kepada Danantara.
PSBI merupakan pemegan saham mayoritas atau 60 persen dari PT KCIC yang mengelola proyek KCJB. Pengamat BUMN dari NEXT Indonesia Center, Herry Gunawan, menilai opsi yang bisa dilakukan saat ini adalah negosiasi ulang antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah China (government to government/G to G).
“Kalau antar-pemerintah kan lebih memungkinkan cari solusi. Bisa saja dengan model kompensasi, seperti negosiasi dengan tarif Amerika,” kata Herry kepada kumparan, Minggu (24/8).
Secara rinci, komposisi pemegang saham PSBI adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar 51,37 persen, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk 39,12 persen, PT Perkebunan Nusantara I 1,21 persen, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk 8,30 persen.
Sementara dari pihak China, Beijing Yawan HSR Co. Ltd terdiri dari CREC 42,88 persen, Sinohydro 30 persen, CRRC 12 persen, CRSC 10,12 persen, dan CRIC 5 persen.
Herry melihat beban keuangan KCJB saat ini juga tidak hanya berasal dari utang, melainkan juga operasional. Ia pun memperingatkan
“Jangan libatkan pemerintah di sini (operasional), misalnya mengandalkan APBN. Sekarang kan ruang gerak APBN juga sudah sesak,” ujarnya.
Untuk masalah operasional, Herry menilai pangkal persoalannya adalah kegiatan usaha KCJB belum memenuhi skala ekonomi.
Menurutnya, jika masalah operasional tidak dapat ditutupi oleh efisiensi beban, maka harus dilakukan dengan cara menaikkan pendapatan yang segera dipikirkan oleh Danantara.
“Kalau sulit dipenuhi oleh bisnis inti, dalam hal ini layanan kereta cepat Jakarta–Bandung, yang harus dicari adalah peluang ekspansi layanan yang tidak memerlukan biaya tambahan, tetapi mengandalkan kekuatan internal sebagai peluang. Itu pun kalau ada ya,” kata Herry.
Sementara itu, pengamat BUMN Toto Pranoto menilai langkah keterlibatan Danantara yang sedang menyusun restrukturisasi utang sudah tepat.
“Kalau utang proyek KCIC tidak dikeluarkan dari neraca konsolidasi KAI, maka aspek going concern KAI menjadi pertanyaan besar. Memang seharusnya negara lewat Danantara harus take over masalah utang ini, sehingga beban keuangan KAI ada jalan keluarnya,” kata Toto.
Ia menyarankan agar Danantara bisa langsung mendiskusikan restrukturisasi utang dengan kreditur proyek. Selain itu, opsi lainnya adalah mencarikan investor strategis yang berminat mengambil sebagian porsi kepemilikan Indonesia dalam proyek, sehingga beban utang bisa berkurang.
Meski demikian, ia tetap menekankan agar Danantara juga memberi solusi untuk meningkatkan pendapatan operasional. Salah satunya bisa dilakukan dengan pembangunan Transit Oriented Development (TOD) di sekitar wilayah proyek KCJB.