Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) 2019-2024, Nadiem Makarim, memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook, di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, Kamis (4/9).
Pantauan kumparan di lokasi, Nadiem tiba sekitar pukul 08.55 WIB. Ia tampak mengenakan kemeja berwarna hijau tua dan membawa tas jinjing berwarna hitam.
Saat memenuhi panggilan pemeriksaan itu, Nadiem terlihat didampingi oleh enam orang tim penasihat hukumnya, salah satunya yakni Hotman Paris Hutapea.
"Ya dipanggil kesaksian, makasih, ya," ujar Nadiem kepada wartawan jelang pemeriksaan, di Kejagung, Jakarta, Kamis (4/9).
Pemeriksaan ini merupakan yang ketiga kalinya bagi Nadiem. Ia pertama kali dimintai keterangan dalam kasus tersebut pada Senin (23/6) lalu. Saat itu, ia permintaan keterangan berjalan selama hampir 12 jam.
Saat itu, Nadiem menyatakan akan terus kooperatif selama mengikuti proses hukum yang tengah berjalan. Nadiem didalami soal pengetahuannya terkait pengadaan laptop Chromebook tersebut. Selain itu, ia juga dimintai keterangan seputar rapat yang terjadi pada 6 Mei 2020.
Rapat ini dianggap janggal lantaran tak lama setelahnya, muncul keputusan untuk melakukan pengadaan laptop Chromebook. Padahal, dalam kajian teknis yang digelar pada April 2020, Chromebook dianggap tak efektif.
Adapun pemeriksaan kedua bagi Nadiem dalam kasus tersebut berlangsung pada Selasa (15/7) lalu sebagai saksi. Saat itu, ia diperiksa selama 9 jam oleh penyidik Kejagung.
Dalam pemeriksaan itu, Kejagung mendalami soal keuntungan yang didapat Nadiem dalam dugaan korupsi pengadaan laptop. Selain itu, Nadiem juga didalami soal proses pengadaan laptop Chromebook.
Dalam kasus ini, Nadiem masih berstatus saksi. Kejagung telah menjerat empat orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut, yakni:
Dalam kasus ini, Kemendikbudristek melaksanakan program Digitalisasi Pendidikan dengan pengadaan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah di Indonesia, termasuk di daerah 3T. Anggarannya mencapai Rp 9,3 triliun.
Namun, pengadaan laptop ini dipilih menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook. Padahal, Chromebook banyak kelemahan jika dioperasikan pada daerah 3T, termasuk harus ada internet. Sehingga, penggunaannya tidak optimal.
Di sisi lain, diduga ada ketidaksesuaian harga dalam pengadaan tersebut. Negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 1,98 triliun. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.