
Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem memastikan Pemerintah Aceh akan mengambil alih penuh pengelolaan empat pulau yang resmi kembali ke wilayah Aceh Singkil.
Empat pulau tersebut yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Pulau-pulau itu dinyatakan bukan hanya sebagai bagian dari tanah Aceh secara hukum, tapi sumber masa depan Aceh.
“Semuanya, baik itu migas, kelapa, dan lainnya itu milik kita dan kita yang kelola. Teknis pengelolaannya kita lihat nanti,” kata Mualem saat menggelar konferensi pers di Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Rabu (18/6).

Mualem tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda sekitar pukul 15.30 WIB dengan penerbangan dari Jakarta. Kedatangannya disambut hangat dengan prosesi adat Aceh.
Tarian Salem Hikmah dari Sanggar Cut Nyak Dhien mengiringi langkah Mualem menuju lobi bandara.
Prosesi peusijuek oleh tokoh adat dan pemuka masyarakat pun digelar, diikuti pemakaian kupiah meukeutop sebagai simbol kehormatan dan kemenangan atas perjuangan Aceh mendapatkan kembali hak wilayahnya.
Polemik ini sempat menimbulkan ketegangan di akar rumput, dengan banyak pihak di Aceh mendesak agar wilayah itu dikembalikan sesuai sejarah dan fakta geografis.

Mualem mengungkapkan, banyak investor sudah menyatakan minat untuk menanamkan modal di sektor pariwisata dan sumber daya alam. Aceh akan mengelola sendiri potensi dari keempat pulau, baik dari sektor kelautan, kelapa, hingga energi.
Saat ditanya mengenai opsi pengelolaan bersama dengan Pemerintah Sumatera Utara, Mualem menolak wacana tersebut.
“Tidak. Itu hak kita. Kita lihat ke depan. Yang jelas, pulau-pulau itu sekarang banyak peminat, terutama dari Timur Tengah,” kata Mualem.
Setelah pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto, Mendagri, Gubernur Aceh Mualem, dan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, status keempat pulau akhirnya diputuskan kembali ke Aceh. Keputusan ini diumumkan oleh Mensesneg Prasetyo Hadi di Istana Kepresidenan, Selasa (17/6).
“Kemarin sudah kita tanda tangani, tidak ada masalah lagi. Untuk ke depan, tidak ada dawa-dawi lagi. Ini sudah jelas milik kita,” kata Mualem.
Eks Panglima GAM ini menyebut, keputusan tersebut merupakan hasil perjuangan panjang serta doa dan dukungan para ulama dan masyarakat Aceh.