
Mahkamah Konstitusi memisah pelaksaan Pemilu nasional dan lokal. Pemilu nasional meliputi Pileg DPR, DPD dan Pilpres. Sedangkan Pemilu daerah/lokal meliputi Pileg DPRD provinsi, kabupaten/kota dan Pilkada.
Namun, Pemilu lokal baru digelar paling cepat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan setelah anggota DPR, DPD atau presiden dan wakil presiden dilantik.
DPR ternyata tidak bisa langsung menindaklanjuti putusan MK ini. Pemicunya, tidak hanya UU Pemilu dan Pilkada yang harus diubah. Namun, ada beberapa UU harus direvisi.
Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf Macan Effendy menyebut, diperkirakan ada 4 hingga 5 Undang-undang lain yang akan terevisi imbas putusan MK. Masalah ini menjadi concern besar bagi para partai politik, pembinaan DPR, kementerian dan lembaga.
Berikut sejumlah UU yang berpotensi kena imbas putusan MK:
Undang-undang Pemilu
Undang-undang Pilkada
Undang-undang Pemerintahan Daerah
Undang-undang Otonomi Khusus
Undang-undang Partai Politik

DPR masih Kaji
Sementara itu Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad bersama pimpinan DPR dengan sejumlah menteri Kabinet Merah Putih sudah menggelar konsultasi membahas putusan MK. Namun, belum ada keputusan bagaimana menindaklanjuti pemisahan Pemilu ini.
"Tadi itu masih brainstorming," kata Dasco kepada wartawan.
Ketua Harian DPP Gerindra ini menyebut, dalam rapat konsultasi tidak hanya dihadiri menteri terkait. Tetapi juga ada dari Perludem selaku pihak yang menggugat pemisahan Pemilu ke MK.
"Kita juga dengan beberapa perkumpulan sipil, untuk demokrasi, Pemilu, seperti Perludem kita undang juga," ucap Dasco.
Sedangkan Dede Yusuf mengatakan, putusan MK ini sangat kompleks, Komisi II belum bisa memutuskan bagaimana mereka akan mengimplikasikannya.
Dede bilang, hasil pertemuan dengan pimpinan DPR, Mendagri, Menkum, Mensesneg dan KPU, masih banyak opsi yang bisa diambil. Termasuk tanpa mengubah Undang-undang Pemilu dan Pilkada.
"Jadi sebenarnya banyak rekayasa-rekayasa yang bisa dilakukan tanpa harus mengubah Undang-undangnya. Jadi tentu ini masih butuh kajian," kata Dede.
"Kalau sekarang kami, tadi arahan dari pimpinan DPR tentu, baru kita bahas ini dulu di badan keahlian dan akademisnya, baru nanti dimasukkan kembali dalam rapat konsultasi. Jadi kita belum bisa memastikan kapan," tutur Dede.