Ilustrasi berdzikir membaca syahadat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Setiap Muslim membaca syahadat setiap hari. Ketika duduk tasyahud, pasti mengucapkan asyhadu an laa ilaaha illa Allah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah. Bahkan tak hanya mengucapkan, ungkapan tersebut juga selalu digemakan oleh pengumandang adzan setiap waktu sholat wajib tiba.
Dua hal menjadi inti syahadat. Disebut juga dengan syahadatain. Pertama adalah tiada Tuhan selain Allah. Ulama sepakat bahwa Allah adalah penyebutan Tuhan dalam Islam, yang mahaesa, tiada sekutu baginya. Pengakuan ini untuk membedakan orang beriman dengan kafir yang memiliki konsep Tuhan yang berbeda.
Kedua, pengakuan bahwa Nabi Muhammad utusan Allah
Hanya agama Islam yang mengakui kenabian Muhammad. Sedangkan agama lain, tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai utusan Allah.
Pemuka Yahudi misalkan, hanya mengakui nabi-nabi keturunan Ibrahim dari jalur Nabi Ishaq. Sedangkan Nabi Ismail dan keturunannya, seperti Nabi Muhammad, tidak diakui. Bahkan ada anggapan, bahwa Nabi Ismail dilahirkan Hajar yang menurut sebagian orang adalah budak, sehingga kurang terhormat dan tidak bisa disejajarkan dengan Ishaq yang lahir dari rahim Sarah.
Pengakuan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah sangat mendasar dalam Islam. Ketika ada yang menganggap bahwa 'semua agama sama', maka anggapan tersebut menjadi terbantahkan dengan syahadat. Bahwa semua agama tidak bisa disamakan dengan Islam, karena agama lain tidak mengakui kenabian Muhammad, meskipun beberapa ajarannya bisa jadi identik.