PEMERINTAH menargetkan peluncuran buku hasil proyek penulisan ulang sejarah Indonesia rampung pada 10 November 2025. Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan pemerintah ingin menerbitkan buku sejarah resmi itu bersamaan dengan Hari Pahlawan.
“Rencana kami pada tahun ini, mudah-mudahan kami harapkan pada bulan Oktober atau November, Hari Pahlawan itu,” kata Fadli di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Ahad malam, 10 Agustus 2025.
Peluncuran proyek buku sejarah dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto itu sebelumnya mundur dari estimasi awal, yaitu pada Agustus 2025 atau bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia. Fadli menuturkan Kementerian Kebudayaan masih melakukan berbagai kegiatan dalam rangka penulisan ulang sejarah. Salah satunya adalah uji publik di forum-forum akademik.
Dia menyebutkan uji publik sejarah ini sudah dilakukan secara terbuka di empat perguruan tinggi, yaitu Universitas Indonesia, Universitas Negeri Padang, Universitas Lambung Mangkurat, dan Universitas Negeri Makassar.
Politikus Partai Gerindra ini mengatakan, setelah ini, masih ada agenda uji publik di forum-forum lain. “Kami akan lakukan lagi dengan para peminat sejarah, sejarawan lain,” tuturnya.
Menurut dia, ada sejumlah poin masukan dari forum uji publik yang sudah terlaksana. Dia tidak mengungkapkan apakah Kementerian Kebudayaan akan mengubah draf sejarah resmi setelah mendapat masukan tersebut. “Cukup banyak masukan yang menarik dan saya kira memang ini yang kami harapkan,” kata Fadli.
Kemungkinan mundurnya jadwal peluncuran buku sejarah versi baru itu disampaikan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi. “Ada kemungkinan mundur,” kata Prasetyo di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 5 Agustus 2025.
Namun dia tidak menjelaskan alasan kemungkinan penundaan tersebut. Dia hanya mengatakan belum ada jadwal pasti peluncuran dilakukan. “Belum, belum,” kata politikus Partai Gerindra itu.
Proyek penulisan ulang sejarah Indonesia ini menuai kritik. Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas, misalnya, menggeruduk Fadli Zon saat sedang rapat kerja bersama Komisi X DPR pada Juli lalu. Koalisi Sipil mengatakan interupsi ini merupakan aksi simbolik.
“Untuk memprotes adanya pemutihan sejarah dan juga mengecam pernyataan Fadli Zon yang mengatakan pemerkosaan massal 1998 adalah rumor dan tidak ada buktinya," kata Jane Rosalina di sekitar kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 2 Juli 2025.
Adapun aktivis perempuan Eva Sundari menilai penulisan ulang sejarah mengabaikan perspektif korban, terutama perempuan. Penulisan ulang sejarah, kata dia, lebih menonjolkan narasi pelaku sehingga dikhawatirkan mengandung kekeliruan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Sejarawan Desak Fadli Zon Tunda Peluncuran Hasil Penulisan Ulang Sejarah
Sebelumnya, guru besar Ilmu Sejarah Universitas Indonesia, Anhar Gonggong, menganjurkan Menteri Kebudayaan Fadli Zon menunda peluncuran hasil penulisan ulang sejarah Indonesia yang rencananya dilakukan pada 17 Agustus 2025.
Sejarawan senior ini membeberkan alasan pemerintah tidak boleh menulis sejarah Indonesia secara tergesa-gesa. Apalagi memaksakan meluncurkan proyek tersebut pada 17 Agustus tahun ini.
“Saya menganjurkan ditunda dulu. Kenapa? Karena menulis sejarah tidak mudah, memerlukan waktu dan penelitian,” kata Anhar, seperti dikutip dari kanal YouTube miliknya, Ahad, 20 Juli 2025. Anhar telah mengizinkan Tempo mengutip pernyataannya.
Alumnus Universitas Leiden, Belanda, ini mengatakan, meski Ketua Tim Proyek Penulisan Ulang Sejarah Susanto Zuhdi menyebutkan sudah banyak buku atau disertasi sejarah yang diterbitkan, karya tulis tersebut tidak bisa serta-merta dikutip untuk penulisan ulang sejarah.
“Mengutip juga perlu pembacaan, perlu tahu mana yang mesti diteliti, dilihat lagi. Kalau kita hendak pakai sebagai sumber, tidak dengan sendirinya semua disertasi yang sudah selesai bisa dikutip,” ujar Anhar.
Meski disertasi ditulis oleh lulusan cum laude, Anhar menjelaskan perlu ada penelitian ulang untuk menggunakannya, apalagi untuk membuat 10 jilid oleh 100 orang dengan waktu sebulan lagi. “Jadi saya tetap berpendapat jangan tergesa-gesa menulis sejarah. Kalau saya boleh sarankan, saya mau mengulangi saran saya, lebih baik ditunda,” ucapnya.
Anhar bercerita dia juga pernah diminta menulis sejarah Indonesia oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Presiden B.J. Habibie, Juwono Sudarsono. Saat itu, Anhar menjabat Direktur Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pada masa awal Reformasi, kata Anhar, banyak buku sejarah yang ditarik dari sekolah dan kampus karena dianggap berisi kebohongan Orde Baru. Kemudian ia dipanggil Juwono untuk merevisi penulisan sejarah. Saat itu, Juwono bertanya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menulis ulang sejarah.
“Saya katakan paling tidak memerlukan waktu dua sampai tiga tahun karena harus melakukan penelitian lagi. Saya harus menulis dan sebagainya. Itu memerlukan waktu. Tapi beliau berhenti dan setelah itu menteri penggantinya tidak mempersoalkan,” katanya.
Menurut Anhar, menulis sejarah tidak bisa dilakukan semua orang, bahkan sejarawan. Dia menuturkan, sekalipun seseorang bergelar sarjana ilmu sejarah, menulis sejarah tidak gampang. “Karena itu, sekali lagi, daripada melahirkan kontroversi dan sebagainya, lebih baik penulisan ulang sejarah ini ditunda,” tuturnya.
Anhar menilai sebaiknya pemerintah melakukan penelitian lebih dulu secara wajar. Apalagi, kata dia, Fadli Zon memiliki waktu lima tahun sebagai menteri dan anggaran proyek penulisan sejarah sebesar Rp 9 miliar. Mereka memiliki waktu untuk berpikir jernih dan bekerja lebih tenang.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani sebelumnya juga meminta pemerintah tidak tergesa-gesa dalam proyek penulisan ulang sejarah. Cucu Presiden Sukarno itu menyerukan agar pemerintah tak mengabaikan protes masyarakat. “Jangan terburu-buru, kita lihat lagi bagaimana fakta sejarah yang ada,” ujar Puan di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis, 3 Juli 2025.
Sultan Abdurrahman, Dian Rahma Fika, Hendrik Yaputra, Dede Leni Mardianti, dan Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Yang Perlu Diketahui seputar Kematian Prada Lucky