
KPK telah memeriksa staf khusus Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) 2014–2019 Hanif Dhakiri, Luqman Hakim, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Selasa (17/6).
Luqman diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi terkait kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Juru bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan, Luqman Hakim didalami soal dugaan aliran dana pemerasan TKA ke para stafsus Kemnaker.
"Penyidik mendalami dugaan adanya aliran dana dari para tersangka ke para staf khusus Kemnaker," ujar Budi kepada wartawan, Rabu (18/6).

Pemeriksaan terhadap Luqman merupakan penjadwalan ulang dari panggilan sebelumnya pada Selasa (10/6). Saat itu, Luqman berhalangan hadir karena sakit.
Sebelumnya, penyidik lembaga antirasuah telah memeriksa dua orang stafsus Menaker 2019–2024 Ida Fauziyah, Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo, pada Selasa (10/6).
Dalam pemeriksaan itu, keduanya dicecar penyidik terkait tugas dan fungsinya sebagai stafsus, pengetahuan keduanya terkait pemerasan TKA, dan aliran dana hasil pemerasan tersebut.

Dalam kasus dugaan pemerasan ini, KPK telah menjerat sebanyak delapan orang sebagai tersangka. Mereka yakni:
Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker tahun 2020–2023, Suhartono.
Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2019–2024 dan Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2024–2025, Haryanto.
Direktur PPTKA tahun 2017–2019, Wisnu Pramono.
Direktur PPTKA tahun 2024–2025, Devi Angraeni.
Koordinator Analisis dan PPTKA tahun 2021–2025, Gatot Widiartono.
Petugas Hotline RPTKA 2019–2024 dan Verifikator Pengesahan RPTKA pada Direktorat PPTKA 2024–2025, Putri Citra Wahyoe.
Analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019–2024 yang juga Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA tahun 2024–2025, Jamal Shodiqin.
Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker tahun 2018–2025, Alfa Eshad.
Dalam penyidikan kasus ini, KPK telah melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap delapan orang tersangka. Pencegahan dilakukan sejak Rabu (4/6) dan berlaku selama enam bulan ke depan.
Para tersangka diduga meminta sejumlah uang kepada para agen penyalur calon TKA. Permintaan uang itu agar izin kerja calon TKA bisa diterbitkan.
Total, dari 2019, para tersangka telah meraup uang hingga Rp 53,7 miliar. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka dan juga dibagi-bagikan kepada sejumlah pegawai di Kemnaker.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor.