
KOLABORASI antara pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat diperlukan untuk mempercepat transisi energi terbarukan.
Karena itu, Musyawarah Nasional (Munas) IX Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) jadi momentum strategis untuk menyatukan gagasan dan langkah nyata pengembangan energi terbarukan.
"Forum ini bukan hanya acara seremonial, tetapi juga sarana merumuskan strategi menghadapi tantangan energi nasional," kata Anggota DPR Komisi VI Rachmat Gobel di sela Munas IX METI, di Jakarta, Sabtu (16/8).
Menurutnya, krisis lingkungan global saat ini dipicu penggunaan energi fosil yang masih dominan. Pada sisi lain, Indonesia memiliki potensi besar di sektor panas bumi, tenaga air, dan sumber energi lainnya.
"Potensi ini harus dioptimalkan untuk mendukung visi pemerintah menuju Indonesia Emas 2045. Energi terbarukan juga bisa menopang target pertumbuhan ekonomi nasional hingga 8%," kata Gobel.
Untuk itu, ia mendorong kepemimpinan METI ke depan agar menghasilkan konsep dan rekomendasi konkret bagi pemerintah. Pemerintah pun harus agresif menyesuaikan regulasi dan mempermudah perizinan. “Iklim investasi kondusif penting bagi pengembangan energi terbarukan. Jika pelaku industri agresif, pemerintah harus sejalan,” pungkasnya.
Pada kesempatan sama, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menegaskan komitmen pemerintah dalam mempercepat transisi energi nasional.
“Target energi terbarukan nasional saat ini mencapai 42,6 GW dengan PLTS sebagai penyumbang terbesar yakni 17,1 GW. Presiden telah membahas potensi hingga 100 GW PLTS atap dan EBTKE tengah memetakan potensinya berdasarkan data PLN,” jelas dia.
Selain itu, ada potensi tenaga air (BIDRO) 7,3 GW, panas bumi 5,2 GW, tenaga angin, energi laut, dan pembangkit nuklir. Indonesia hanya terpaut sekitar 1 GW dari kapasitas panas bumi AS dan bisa berpeluang menjadi nomor satu di dunia.
“Hingga Agustus 2025, bauran energi tercatat 15,23%, mendekati target nasional 23% pada 2025. Kami yakin capaian bisa mencapai 16–19% sesuai penyesuaian RUKN (Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional,” kata Eniya. Ia pun berharap Munas IX METI jadi momentum mengonsolidasikan ide dan langkah nyata pengembangan energi terbarukan.
Dalam Munas ini, juga diisi peluncuran buku putih yang disusun Dewan Pakar METI sebagai pedoman pengembangan energi terbarukan.
Pada kesempatan itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Produsen Listrik Tenaga Air (APPLTA) Zulfan Zahar terpilih sebagai Ketua Umum METI 2025–2028, menggantikan Ketua Umum METI 2022-2025 Wiluyo Kusdwiharto.
Pada Munas itu, Zulfan meraih dukungan 84,9% suara, mengungguli Norman Ginting (Direktur Pertamina New & Renewable Energy) yang meraih 15,1%. Zulfan menyampaikan dalam 100 hari pertamanya dirinya akan fokus pada penyusunan kepengurusan dan percepatan tender proyek energi baru terbarukan (EBT. Menurutnya, regulasi yang ada sudah cukup, tapi dalam pelaksanaannya kerap terhambat birokrasi dan lemahnya komunikasi antarlembaga.
Ia juga menekankan pentingnya peran swasta dalam mempercepat transisi energi. Sebab, potensi investasi bisa mencapai US$200 miliar jika tender EBT dibuka lebih luas.
METI juga akan memberikan ruang bagi asosiasi energi terbarukan untuk memimpin bidang masing-masing pada struktur organisasi sehingga lebih inklusif. “Kami ingin METI jadi pelumas, bukan penghambat. Apalagi, semua ekosistem sudah siap, tinggal bagaimana kita menjalankan percepatan sistem yang ada,” tegasnya.
"Saya juga berharap METI mampu memperkuat kolaborasi dan mempercepat peningkatan bauran energi nasional," pungkas Zulfan. (H-2)