
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menjadi pihak yang menyelidiki penyebab tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali, Rabu (2/7) malam. Salah satu yang menjadi perhatian dalam investigasi itu ialah perubahan kapal dari khusus kargo menjadi difungsikan untuk mengangkut penumpang.
Kapal nahas itu dulunya berfungsi sebagai Landing Craft Tank (LCT) atau kapal kargo. Namun kini beralih fungsi menjadi Kapal Motor Penumpang (KMP). Perubahan fungsi ini bisa berpengaruh pada keberadaan alat keselamatan untuk penumpang.
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mencontohkan kapal barang (LCT) mungkin hanya memerlukan alat keselamatan untuk kru sekitar 20 orang. Namun, jika berubah menjadi KMP dengan kapasitas sekitar 70 orang, maka ruang darurat dan jumlah alat keselamatan harus mencukupi.
“Jumlah alat keselamatan harus melebihi 25%. Jadi kalau 70 orang, life jacket (baju pelampung) harus sekitar 90 buah. Untuk rakit penyelamat (liftreft), jika per rakit muat 25 orang, maka harus ada minimum 5 rakit," kata Soerjanto usai konferensi pers di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Selasa (8/7) malam.
KNKT akan memeriksa dokumen-dokumen terkait untuk memastikan peralihan fungsi kapal sudah dievaluasi dengan baik dan memenuhi aturan yang berlaku.
Saat tenggelam, KMP Tunu mengangkut 53 penumpang, 12 kru dan 22 kendaraan. Hingga Selasa (8/7) malam korban ditemukan sebanyak 40 orang, dengan rincian 10 orang meninggal dunia dan 30 selamat. Tim SAR masih melakukan pencarian 25 korban lainnya.
Akurasi Manifes
Selain itu Soerjanto juga menyoroti pentingnya akurasi pencatatan manifes penumpang. Menurutnya keakuratan manifes sangat krusial karena berkaitan langsung dengan ketersediaan alat keselamatan di kapal.
"Pencatatan manifes tergantung operator, baik itu operator kapal maupun pelabuhan," ujarnya.
Pihak KNKT akan menginvestigasi lebih lanjut jika ditemukan adanya perbedaan data manifes. Soerjanto mengatakan investigasi KNKT dilakukan untuk mengetahui apa yang menjadi masalah dalam kecelakaan tersebut sehingga dapat dilakukan perbaikan di masa datang.
“Kami hanya mencari 'what'-nya, apa yang harus dilakukan perbaikan ke depan, bukan 'how'-nya. Itu tergantung operator karena ada aspek komersial, teknologi, maupun SOP masing-masing," jelas Soerjanto.