Ismail Suardi Wekke
Teknologi | 2025-08-28 17:52:24

Jepang dikenal dunia dengan banyak hal: teknologinya yang mutakhir, keindahan alamnya yang memukau, dan juga kebersihannya yang luar biasa. Siapa pun yang pernah berkunjung akan terheran-heran, bagaimana sebuah kota metropolitan yang begitu padat bisa tampak begitu bersih, hampir tanpa sampah sedikit pun di jalan. Ini bukan kebetulan. Kebersihan di Jepang adalah hasil dari sebuah sistem yang terintegrasi, yang berakar kuat pada nilai-nilai budaya dan diterapkan secara disiplin oleh seluruh warganya.
Kebersihan Dimulai dari Rumah dan Sekolah
Pondasi utama kebersihan di Jepang ditanamkan sejak usia dini. Di sekolah, murid-murid tidak hanya belajar matematika atau sejarah. Mereka diajarkan untuk membersihkan kelas mereka sendiri. Setiap hari, ada jadwal piket. Murid-murid menyapu, mengepel, dan bahkan membersihkan toilet sekolah. Tidak ada petugas kebersihan yang dipekerjakan untuk tugas ini. Kegiatan ini disebut osoji.
Osoji mengajarkan anak-anak bahwa kebersihan adalah tanggung jawab bersama. Mereka belajar menghargai lingkungan dan merasa memiliki tempat di mana mereka berada. Dengan membersihkan toilet, mereka juga dilatih untuk tidak merasa jijik pada pekerjaan yang dianggap kotor. Ini membentuk mentalitas bahwa kebersihan adalah bagian dari kehidupan sehari-hari, bukan sekadar tugas yang bisa dilimpahkan pada orang lain.
Filosofi Mottainai dan Omotenashi
Dua konsep budaya memainkan peran besar dalam kebersihan di Jepang. Yang pertama adalah mottainai. Kata ini sering diterjemahkan sebagai "buang-buang" atau "pemborosan". Namun, maknanya jauh lebih dalam. Mottainai adalah perasaan menyesal atas pemborosan dan rasa hormat terhadap sumber daya yang ada.
Filosofi ini tercermin dalam sistem daur ulang yang sangat ketat. Di Jepang, membuang sampah tidak semudah melemparnya ke tempat sampah. Warga harus memisahkan sampah mereka menjadi beberapa kategori: sampah mudah terbakar, sampah tidak mudah terbakar, botol plastik (PET), kaleng, kertas, dan lain-lain. Jadwal pengumpulan sampah juga sangat spesifik untuk setiap jenis. Jika salah, sampah tidak akan diangkut.
Dengan mottainai, warga Jepang didorong untuk mengurangi sampah sejak awal. Mereka membawa kantong belanja sendiri dan sebisa mungkin menghindari kemasan yang tidak perlu.
Konsep kedua adalah omotenashi, yang artinya "keramahtamahan tanpa pamrih". Ini adalah etika pelayanan yang mendalam, di mana seseorang berusaha memberikan pengalaman terbaik bagi orang lain, bahkan tanpa mengharapkan imbalan.
Meskipun omotenashi sering dikaitkan dengan industri pariwisata, nilai ini juga berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Warga Jepang merasa bahwa menjaga kebersihan di ruang publik adalah bentuk omotenashi bagi orang lain. Jalanan yang bersih, toilet umum yang terawat, dan lingkungan yang asri adalah cara mereka menunjukkan rasa hormat kepada sesama. Mereka tidak membersihkan karena takut didenda, tetapi karena mereka ingin memberikan pengalaman yang nyaman bagi semua orang, termasuk turis dan tetangga.
Tidak Ada Tempat Sampah di Jalan, Kenapa?
Banyak wisatawan bingung. Bagaimana mungkin sebuah negara yang begitu bersih justru sangat sulit menemukan tempat sampah di jalanan? Jawabannya kembali pada konsep yang telah disebutkan.
Setelah serangan teroris di Tokyo pada tahun 1995, banyak tempat sampah umum dihilangkan untuk alasan keamanan. Namun, hilangnya tempat sampah tidak serta-merta membuat jalanan kotor. Sebaliknya, hal ini mendorong orang untuk membawa pulang sampah mereka.
Ketika tidak ada tempat sampah, orang secara otomatis berpikir, "Sampah ini adalah tanggung jawab saya." Mereka akan membawa botol minum kosong atau bungkus makanan sampai menemukan tempat yang tepat untuk membuangnya, biasanya di rumah. Hal ini menjadi kebiasaan. Budaya ini menumbuhkan kesadaran bahwa sampah yang kita hasilkan adalah milik kita sendiri, dan kitalah yang harus bertanggung jawab atasnya.
Kesadaran Kolektif yang Kuat
Kebersihan di Jepang bukan hanya tentang peraturan pemerintah atau hukuman. Ini adalah tanggung jawab sosial. Ketika seseorang melihat sampah di jalan, mereka cenderung akan mengambilnya. Bukan karena ada yang menyuruh, tapi karena ada kesadaran kolektif. Mereka percaya bahwa menjaga kebersihan adalah bagian dari menjadi warga negara yang baik.
Bahkan di tempat-tempat umum seperti stasiun atau taman, Anda akan melihat orang-orang secara sukarela membersihkan area sekitar mereka. Mereka bekerja sama dalam kelompok, tanpa ada perintah dari atasan. Ini adalah cerminan dari harmoni sosial dan rasa hormat yang mendalam terhadap ruang bersama.
Jadi, Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Kebersihan Jepang adalah cerminan dari nilai-nilai yang mereka pegang teguh: rasa hormat terhadap sumber daya (mottainai), kepedulian terhadap orang lain (omotenashi), dan tanggung jawab pribadi yang ditanamkan sejak dini. Ini menunjukkan bahwa kebersihan tidak hanya tentang infrastruktur, tetapi tentang budaya.
Meskipun sistem daur ulang yang ketat mungkin sulit diterapkan di tempat lain, kita bisa mengadopsi prinsip dasarnya. Kita bisa mulai dengan mengajarkan anak-anak kita untuk bertanggung jawab atas lingkungan mereka. Kita bisa mulai dengan membawa pulang sampah kita sendiri. Setiap langkah kecil, jika dilakukan bersama-sama, bisa menciptakan perubahan besar.
Kebersihan di Jepang adalah kondisi bahwa ketika sebuah bangsa bersatu dalam nilai-nilai yang sama, mereka bisa mencapai hal-hal yang luar biasa. Ini adalah pelajaran berharga bagi kita semua.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.