
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mencegah pengusaha minyak, Riza Chalid, bepergian ke luar negeri per 10 Juli, bertepatan dengan pengumuman Kejagung mentersangkakan pengusaha terkemuka itu.
Riza ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan KKKS periode 2018-2023.
"Per tanggal 10 Juli 2025, yang bersangkutan sudah dilakukan pencekalan," kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, kepada wartawan, Senin (14/7).
Kejagung pada 10 Juli lalu mengatakan, pihaknya telah memanggil Riza 3 kali berdasar alamat rumahnya di dalam negeri, tapi Riza tak memenuhi panggilan. Bahkan, Riza terdeteksi berada di luar negeri, Singapura tepatnya.
Meskipun menduga di Singapura, Kejagung tetap merilis permintaan pencegahan Riza ke Imigrasi.
Harli mengungkapkan, pihaknya juga berkoordinasi dengan Imigrasi dalam rangka memonitor pergerakan Riza.

Panggil Riza Chalid Lagi sebagai Tersangka
Di sisi lain, Harli menjelaskan, penyidik Jampidsus Kejagung saat ini juga tengah menyiapkan untuk memanggil Riza. Panggilan dilakukan agar Riza bisa diperiksa sebagai tersangka.
"Saya tadi sudah konfirmasi kepada penyidik, ini sedang direncanakan, sedang direncanakan. Kan penyidik kan harus mengusulkan, mengusulkan kapan waktunya yang bersangkutan akan dipanggil dan diperiksa, itu dulu," jelas Harli.
Nantinya, apabila dalam 3 kali panggilan pemeriksaan sebagai tersangka Riza tak hadir, maka penyidik akan mempertimbangkan langkah hukum lainnya. Misalnya dengan menerbitkan red notice atau memasukkan nama Riza ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
"Nanti kita lihat, kalau misalnya pemanggilan pertama hadir, ya kami tidak ada masalah. Kalau misalnya tidak hadir, baru ada langkah selanjutnya menurut hukum acara," ungkap Harli.

Riza Chalid dijerat sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Sub Holding, dan KKKS periode 2018-2023.
Dalam kasusnya, Riza berperan sebagai Beneficiary Owner PT Orbit Terminal Merak. Riza diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum bersama Dirut PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo dan dua petinggi Pertamina.
"Dengan melakukan intervensi kebijakan tata kelola Pertamina berupa memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM Merak yang pada saat itu PT Pertamina belum memerlukan penambahan penyimpanan stok BBM," kata Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Kamis (10/7).
"Kemudian menghilangkan skema kepemilikan terminal BMM Merak dalam kontrak kerja sama serta menetapkan harga kontrak yang sangat tinggi," tambah dia.
Namun Riza hingga saat ini belum dilakukan penahanan. Riza juga telah dipanggil untuk diperiksa sebanyak 3 kali, namun ia selalu mangkir. Saat ini Riza diduga sedang berada di Singapura. Kejaksaan tengah berupaya untuk memburunya.
Riza dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Riza Chalid belum berkomentar mengenai perkara yang menjeratnya tersebut.
Tanggapan Pertamina
Menanggapi perkembangan kasus hukum yang sedang berjalan di Kejaksaan Agung, Pertamina merespons dengan menyerahkan seluruh proses hukum kepada aparat berwenang.
“Pertamina selalu menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Kejaksaan Agung,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso di Jakarta, Jumat (11/7).
Pihaknya juga akan bersikap kooperatif dan siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum dapat berjalan lancar.
Fadjar juga menegaskan bahwa di tengah berjalannya proses hukum, pelayanan Pertamina terkait energi kepada masyarakat tetap menjadi prioritas utama dan operasional perusahaan tetap berjalan normal seperti biasa.
Sebagai perusahaan yang berkomitmen terhadap prinsip Good Corporate Governance (GCG), Pertamina akan terus meningkatkan transparansi dan tata kelola di seluruh proses bisnis terutama dalam aspek operasional perusahaan.