Ibu menyusui bayinya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perawat dari Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Ns Joan Xaveria Mahulae, SKep, MKM, CIMI menyarankan penggunaan gelas kecil khusus atau cup feeder untuk memberikan air susu ibu (ASI) pada bayi. Opsi ini bertujuan untuk menghindari terjadinya bingung puting.
"Untuk ibu yang cuti melahirkannya habis dan harus kembali bekerja sehingga pengasuhan diserahkan kepada suami atau keluarga, maka ada opsi dalam pemberian ASI mengikuti saran WHO untuk menggunakan cup feeder. Atau bisa juga menggunakan sendok yang penting tidak menggunakan dot," kata Joan dalam webinar, Senin (5/8/2025).
Menurut Joan opsi-opsi tersebut lebih baik, karena ke depannya anak tidak akan mengalami bingung puting atau kondisi di mana bayi mengalami kesulitan beralih kebiasaan menggunakan dot untuk kembali ke proses menyusui langsung dari payudara ibunya. Bingung puting bisa berpotensi menyebabkan masalah termasuk salah satunya menurunkan produksi ASI yang padahal masih dibutuhkan untuk mendukung tumbuh kembang bayi di periode 0-6 bulan.
Maka dari itu, penggunaan botol dot memang tidak disarankan dan lebih baik opsi lainnya dipilih sehingga ke depannya anak masih tetap bisa menyusui secara langsung dari payudara ibu. "Jadi ketika masa cutinya mau berakhir, itu ibu harus mengajarkan kepada suami ataupun caregiver di rumah untuk pemberian ASI bisa dilakukan dengan menggunakan cup feeder atau sendok," kata Joan.
Meski begitu, Joan juga membagikan kiat kepada keluarga yang pada akhirnya memutuskan penggunaan botol dot dalam memberikan ASI. Agar ketergantungan tidak tercipta maka ibu harus memberikan susu secara langsung dari payudara saat sebelum pergi kerja dan sesudah pulang kerja. Dengan demikian durasi penggunaan botol dot dalam keseharian sang anak tidak berlangsung lama dan anak masih tetap bisa melakukan proses menyusui ASI secara langsung dari payudara ibu.
Adapun untuk anak yang kemudian sudah mengalami ketergantungan konsumsi ASI dari botol dot dan ingin kembali dibiasakan untuk menyusui secara langsung dari ibu, Joan menyarankan agar kontak kulit ke kulit (skin-to-skin contact) bisa lebih sering dilakukan dengan sang buah hati. "Selain itu, konsultasi laktasinya juga tetap harus dijalankan sembari skin-to-skin contact agar ini bisa teratasi dan bayi bisa kembali meningkatkan memorinya terkait dengan DBF dan akhirnya mau menyusui langsung kembali," kata Joan.
sumber : Antara