FORUM Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyoroti nilai fantastis tunjangan perumahan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Peneliti FITRA Bernard Allvitro mengatakan semestinya lembaga ini juga membatalkan tunjangan tersebut sebagaimana yang telah dilakukan oleh DPR.
Menurut Bernard, secara prinsip DPR dan DPRD memiliki fungsi yang sama, yakni representasi politik masyarakat. Oleh sebab itu, standar pembatalan tunjangan DPR karena tidak urgen, membebani anggaran negara dan tidak berkaitan langsung dengan tiga fungsi utama legislatif, seharusnya berlaku juga untuk DPRD.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Tiga fungsi utama legislatif antara lain legislasi, penganggaran dan pengawasan. "Jadi, jika DPR RI dipandang tidak layak menerima tunjangan tertentu karena tidak mendukung kinerja inti, maka DPRD pun perlu dinilai dengan kacamata yang sama," kata Bernard ketika dihubungi pada Ahad, 7 September 2025.
Apalagi, menurut Bernard, dengan kapasitas fiskal daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota di Indonesia yang saat ini masih sangat terbatas, maka tunjangan rumah untuk anggota dewan amat membebani keuangan. Bernard berujar anggaran tersebut sebaiknya diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan publik, serta membangun fasilitas lainnya.
Dari sisi kualitas, Fitra juga melihat pemberian tunjangan fantastis kepada DPRD belum diimbangi dengan kinerja yang optimal, sebagaimana protes publik kepada DPR. Terkait dengan fungsi penganggaran, misalnya, DPRD masih lebih mengutamakan alokasi belanja rutin seperti belanja pegawai, daripada kebutuhan akan pelayanan publik yang mendesak.
Tak hanya itu, kinerja tidak memuaskan anggota dewan daerah juga tergambar dari laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah ini mencatat anggota DPR dan DPRD menempati posisi ketiga sebagai profesi yang paling banyak korupsi. Dari 2004-2024, setidaknya ada 360 kasus korupsi yang berhasil diseret ke pengadilan.
Bernard menyebut kedua poin itu sudah cukup mengindikasikan betapa sama buruknya kinerja DPR dan DPRD. "Bukannya bekerja melayani masyarakat di daerahnya, DPRD justru tampak sibuk memperkaya diri," kata dia.
Belakangan, tunjangan rumah anggota DPRD turut mendapatkan sorotan warganet usai DPR membatalkan tunjangan rumah mereka. Semula anggota DPR periode 2024-2029 itu mendapatkan tunjangan rumah Rp 50 juta saban bulan. Namun, DPR mencabut tunjangan tersebut per 31 Agustus 2025 seusai mendapatkan penolakan besar-besaran dari publik. Gelombang unjuk rasa atas penolakan itu bergulir di berbagai daerah selama berhari-hari dan berujung kericuhan.
Adapun nilai tunjangan rumah anggota dewan daerah berbeda-beda. Di Jakarta dan Jawa Barat, misalnya, anggota DPRD mendapatkan tunjangan rumah masing-masing sebanyak Rp 70 juta per bulan. Kemudian di Jawa Tengah sebesar Rp 79 juta, dan Jawa Timur Rp 57 juta.