Liputan6.com, Jakarta - Kasus kejadian luar biasa (KLB) campak kembali mencuat di Indonesia. Data terakhir mencatat, penyakit yang seharusnya bisa dicegah lewat imunisasi ini sudah menyebar di 46 wilayah di 14 provinsi, termasuk Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A, Subsp.Kardio(K), menegaskan bahwa campak bukan sekadar penyakit biasa. Penularannya justru jauh lebih berbahaya dibanding Covid-19 yang sempat menggemparkan dunia.
"Campak adalah penyakit yang sangat menular, jauh lebih menular daripada Covid. Kalau cakupan imunisasi turun hingga 60 persen saja, sudah bisa menimbulkan KLB di mana-mana," ujar dokter Piprim.
Campak dikenal sebagai salah satu penyakit paling menular di dunia. Piprim menyebut, tingkat penularan campak bisa mencapai empat hingga lima kali lipat lebih tinggi dibanding Covid-19.
Kondisi ini membuat cakupan imunisasi harus dijaga di level sangat tinggi agar mampu melindungi masyarakat.
"Untuk penyakit yang amat menular seperti campak, cakupan imunisasi MR (Measles Rubella) harus di atas 95 persen supaya terbentuk herd immunity atau kekebalan komunitas," ujarnya.
KLB Campak Bukti Turunnya Imunisasi
Sayangnya, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam hal cakupan imunisasi. Turunnya angka partisipasi imunisasi, terutama di daerah-daerah, menjadi pintu masuk bagi munculnya KLB.
Menurut Piprim, setiap muncul KLB penyakit menular sebenarnya menjadi cermin adanya gap dalam cakupan imunisasi. Ini menunjukkan bahwa masih banyak anak yang belum mendapatkan perlindungan penuh dari vaksin, padahal penyakit campak sudah lama dikenal dan seharusnya bisa dicegah.
"Setiap ada KLB, ini adalah bukti adanya penurunan signifikan dari cakupan imunisasi. Ini bukan masalah lokal, tapi juga masalah nasional," tambahnya.
Selain campak, Indonesia juga masih berkutat dengan penyakit lama lain seperti cacingan, rabies, dan hepatitis A, yang hingga kini belum bisa ditangani tuntas. Hal ini menunjukkan pentingnya peran imunisasi dalam mencegah wabah-wabah lama yang muncul kembali.
Edukasi dan Peran Pemerintah Sangat Penting
Piprim menilai bahwa edukasi masyarakat tentang imunisasi menjadi kunci utama untuk mencegah KLB campak di masa depan. Dia mendorong agar masyarakat tidak lagi ragu atau khawatir memberikan imunisasi kepada anak-anak mereka.
"KLB ini sebenarnya bisa diatasi dengan mengedukasi dan memotivasi kembali masyarakat yang galau dengan imunisasi. Ayo sama-sama kita ingatkan dan kita sadarkan," kata Piprim.
Lebih jauh, dia juga menyoroti peran pemerintah dalam memastikan program imunisasi berjalan dengan baik. Menurutnya, jangan sampai upaya promotif dan preventif seperti imunisasi terabaikan karena terlalu sibuk dengan urusan birokrasi.
"Pak Menkes jangan sibuk mutasi-mutasi melulu. Masalah begini ini seharusnya jadi perhatian besar, karena dampaknya bisa menyebabkan kematian yang cukup banyak," ujarnya.
Vaksin Harus Tersedia Hingga Pelosok
IDAI sendiri menyatakan siap berkolaborasi dengan pemerintah dan berbagai pihak lain untuk memperkuat program imunisasi nasional. Salah satu hal yang ditekankan adalah ketersediaan vaksin hingga ke pelosok negeri.
"Kami berharap pemerintah mengalokasikan sumber daya yang memadai, memastikan vaksin tersedia hingga ke pelosok," kata Piprim.
Dia juga mengajak media massa untuk terus berperan aktif dalam memberikan edukasi publik mengenai pentingnya imunisasi. Menurutnya, menurunkan keraguan masyarakat terhadap imunisasi adalah langkah penting agar KLB campak tidak terus berulang.
"Edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kembali kepercayaan atau menurunkan kegalauan terhadap imunisasi ini amat sangat penting. Supaya KLB penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi tidak berulang kali terjadi di berbagai daerah," pungkas Piprim.