
PERDANA Menteri Israel Benjamin Netanyahu berencana untuk merebut Gaza dan memperluas medan pertempuran, dengan alasan langkah tersebut merupakan satu-satunya cara untuk mengakhiri konflik. Namun, rencana ini mendapat penolakan dari warga Israel yang bersiap melakukan aksi mogok.
Pernyataan itu disampaikan dalam konferensi pers di Yerusalem, meski puluhan ribu warga Israel memprotes kebijakan yang telah disetujui Kabinet Keamanan pada Jumat (8/8) pagi. Rencana tersebut juga akan melibatkan pemanggilan besar-besaran pasukan cadangan, banyak di antaranya telah terlibat dalam operasi militer sebelumnya.
Keluarga sandera di Gaza mengecam langkah ini dan menuntut kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas demi membebaskan sekitar 50 sandera, yang 20 di antaranya diyakini masih hidup. Namun Netanyahu menegaskan komitmennya.
"Bertentangan dengan klaim palsu, ini adalah cara terbaik untuk mengakhiri perang," kata Netanyahu seperti dikutip NPR, Senin (11/8).
Rencana itu mencakup pemindahan massal warga Palestina. Netanyahu menyebut 75% wilayah Gaza sudah dikuasai militer Israel dan Kota Gaza serta wilayah tengah akan dikosongkan dari warga sipil.
Israel, katanya akan mengizinkan warga pindah ke zona aman yang telah ditentukan, di mana mereka akan mendapat cukup makanan, air dan perawatan medis. Namun, dia tidak memaparkan detail bagaimana pemindahan dua juta warga akan dilakukan atau lokasi pasti zona tersebut.
Kebijakan ini menuai kritik internasional, terutama terkait kelaparan yang menurut para ahli PBB sudah melanda Gaza. Sebagian warga menolak mengungsi.
"Saya akan berakhir di jalanan atau di tenda. Tidak, saya lebih baik mati di sini dengan lebih bermartabat daripada mati di jalanan," kata Saady Barakat, 60, warga Kota Gaza.
Netanyahu juga mengungkap rencana jangka panjang, yakni membentuk pemerintahan sipil damai non-Israel di Gaza, tanpa Hamas maupun Otoritas Palestina, dengan Israel tetap memegang tanggung jawab keamanan utama.
"Tujuan kami bukanlah untuk menduduki Gaza. Tujuan kami adalah untuk membebaskan Gaza, membebaskannya dari teroris Hamas," tambahnya.
Namun dia mengakui tidak semua anggota koalisi setuju. Beberapa menteri mendorong pencaplokan penuh Gaza, penghentian bantuan dan pengusiran permanen warga. Netanyahu juga menolak laporan kelaparan, menyebut foto-foto anak-anak kelaparan sebagai palsu dan kebohongan yang keji.
Pada hari yang sama, Dewan Keamanan PBB membahas serangan baru Israel di Gaza.
"Ini bukan jalan menuju resolusi. Ini adalah jalan menuju lebih banyak pertumpahan darah," kata James Kariuki, Wakil Tetap Inggris untuk PBB.
Kepala Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB Tom Fletcher menegaskan bahwa sistem kemanusiaan telah runtuh. "Rumah sakit tidak terlindungi, dokter telah terbunuh atau ditahan dan fasilitas beroperasi tanpa pasokan medis yang memadai," ujarnya.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 61.000 warga Palestina telah tewas sejak perang berlangsung kurang dari dua tahun. Hampir 1.800 orang tewas dan 13.000 luka-luka dalam beberapa pekan terakhir saat mencoba mendapatkan bantuan pangan, sebagian besar akibat tembakan pasukan Israel. Israel mengeklaim banyak tembakan itu hanya bersifat peringatan. (I-3)