
Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 akan melebar hingga akhir tahun.
Angkanya diperkirakan mencapai Rp 662 triliun atau setara 2,78 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Proyeksi ini lebih besar dibandingkan target awal pemerintah sebesar 2,53 persen.
“Defisit total Rp 662 triliun menjadi 2,78 persen dari PDB. Agak lebih lebar dibandingkan APBN awal, tapi masih cukup manageable,” kata Sri Mulyani saat rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI, Selasa (1/7).
Berdasarkan data yang disampaikan, realisasi defisit hingga semester I-2025 telah mencapai Rp 204,2 triliun atau 0,84 persen dari PDB. Melemahnya kinerja penerimaan negara, khususnya dari sektor perpajakan, menjadi penyebab utama pelebaran defisit tersebut.
“Kuartal I-2025 kita cukup mengalami tekanan dari sisi pendapatan negara,” ujar Sri Mulyani.

Hingga akhir tahun ini, Kementerian Keuangan memperkirakan total pendapatan negara hanya mampu terkumpul Rp 2.865,5 triliun, lebih rendah dari target awal yang dipatok sebesar Rp 3.005,1 triliun. Sementara itu, belanja negara diperkirakan mencapai Rp 3.527,5 triliun, turun dari estimasi awal sebesar Rp 3.621,3 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan, dinamika APBN 2025 sangat dipengaruhi oleh berbagai perubahan di dalam negeri. Mulai dari pembentukan kementerian/lembaga baru, hingga penyesuaian prioritas belanja akibat terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.
Namun demikian, Sri Mulyani tetap memastikan defisit APBN berada di bawah 3 persen terhadap PDB. “Kami pastikan defisit APBN di bawah 3 persen,” tegasnya.