Suasana terminal Leuwipanjang, Kota Bandung, Jawa Barat, Ahad (24/8/2025).
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Polemik royalti musik yang tengah mencuat, kini berdampak langsung pada sektor transportasi darat, khususnya jasa angkutan umum bus. Para awak bus terpaksa harus menghentikan kebiasaan menyetel musiknya setelah adanya polemik ini karena khawatir dikenakan pembayaran royalti.
Hasanudin (53), kondektur bus Primajasa, mengaku sudah tidak lagi menyetel musik selama perjalanan bus. “Justru yang saya pertanyakan itu, kok sekarang ada kata royalti ya? Makanya saya biasanya suka nyetel musik, sekarang nggak,” ucapnya kepada Republika pada Ahad (24/8/2025), di Terminal Leuwipanjang, Bandung.
Kondektur bus Primajasa yang sudah bekerja bertahun-tahun itu harus menyesuaikan peraturan dengan kebijakan yang sekarang. Menurut dia, musik memiliki fungsi penting untuk menemani perjalanan bus.
“Dalam perjalanan itu kan biasanya kita nyantai, terus penumpang juga ikut santai ya. Kadang itu obat lelah juga. Jadi kita kalau misalkan ada musik, nggak terlalu ngantuk gitu kan,” jelasnya.
Hal serupa juga dirasakan oleh Abdul Halim (45), sopir bus Primajasa yang telah bekerja sejak 2016. Dia mengaku sepi dan lebih sering mengantuk jika tidak ada musik.
“Ya sepi, suka ngantuk gitu. Kalau bisa mah bebasin gitu lah, biar lebih fresh (nyetirnya),” ungkap dia.