Sejumlah cendekiawan Muslim Indonesia menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Viabilitas Masyarakat dan Negara Madani di Era Modern, di Menteng, Jakarta Pusat, 5 Agustus 2025.
FGD ini dilaksanakan untuk menyongsong Persidangan Perdana Majelis Cendekiawan Madani (MCM) Malaysia-Indonesia (Malindo) di Kuala Lumpur pada 21-24 Agustus 2025 mendatang.
MCM dibentuk atas saran mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin kepada PM Malaysia Dato' Seri Anwar Ibrahim sebagai wadah silaturahim dan silatulfikri para cendekiawan Muslim dari dua negara serumpun, dan bertujuan merumuskan wawasan masyarakat madani guna diterapkan dalam konteks negara bangsa di dunia Islam khususnya.
Dalam FGD ini, mantan Rektor UIN Jakarta dan UIII, Komaruddin Hidayat, mengatakan bahwa masyarakat madani sejak masa Nabi Muhammad memiliki tiga irisan nilai yaitu keagamaan, kebangsaan, dan peradaban.
"Perwujudannya pada era modern harus menampilkan nilai-nilai etika pada tiga irisan (layers) itu," kata Komaruddin, dalam keterangannya dikutip, Kamis (7/8).
Dalam konteks Indonesia, lanjutnya, perwujudan masyarakat madani menghadapi kendala kuatnya peran negara di hadapan masyarakat madani, sehingga elit agama pun sering tidak berkutik di hadapan kekuasaan politik.
Ketua MUI Pusat, Sudarnoto A. Hakim, yang menjadi pengamat Malaysia, menambahkan bahwa dalam konteks Malaysia perwujudan masyarakat madani menjadi tidak mudah karena adanya kendala perkauman atau perpuakan yang kuat.
Padahal, kata dia, masyarakat madani meniscayakan adanya persamaan dan kebersamaan antar kaum dan puak dalam masyarakat majemuk.
Mantan Dubes Indonesia di Beirut, Hajriyanto Y Thohari, turut memberi analisa viabilitas masyarakat madani di Timur Tengah yang dinilainya tidak kondusif baik karena faktor, salah satunya terkait sistem pemerintahan monarki."
"Saya pesimis masyarakat madani dapat terwujud dalam latar sistem kekuasaan dan politik negara-negara Arab dewasa ini," ujar mantan Wakil Ketua MPR itu.
Ketua Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), Din Syamsuddin, yang menjadi Moderator FGD, memberi catatan penutup bahwa perwujudan masyarakat madani di Malaysia dan Indonesia perlu tetap dicita-citakan walaupun harus responsif terhadap realitas dunia baru.
Kata dia, pergeseran geostrategis, geopolitik dan geoekonomi dunia dewasa ini menjadikan kawasan Asia Pasifik sebagai episentrum pertumbuhan dan peradaban dunia, membawa tantangan tapi juga peluang.
"Sikap kita yang terbaik adalah mentransformasi tantangan menjadi peluang. Hal ini antara lain meniscayakan penguatan masyarakat madani dan perbaikan rezim kekuasaan politik, yang berwujud pada kolaborasi positif dan konstruktif di antara kedua pihak," kata Din.
Persidangan Perdana Majelis Cendekiawan Madani Malindo di Kuala Lumpur akan diikuti 99 cendekiawan. Sebanyak 40 delegasi Indonesia akan dikirim ke sana.