REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Prabowo Subianto selalu menekankan Indonesia merupakan negara dengan tanah yang subur. Apa saja yang ditanam, pasti akan tumbuh dan menghasilkan. Karena itulah, harus banyak tanaman pangan, khususnya yang menghasilkan makanan pokok seperti beras.
Sekitar empat dekade lalu, Indonesia merajai produksi beras di Asia Tenggara. Swasembada beras Indonesia kala itu terbaik di ASEAN, mengungguli Thailand, Myanmar, Laos, Malaysia, Kamboja, dan lainnya.
Produksi padi nasional Indonesia pada awal dekade 1980-an, didorong oleh program Revolusi Hijau, meningkat dari sekitar 29,65 juta ton gabah kering giling (GKG) pada tahun 1980 menjadi 32,77 juta ton GKG setahun kemudian. Angka ini terus menunjukkan tren positif sepanjang dekade tersebut, ditandai dengan pencapaian swasembada beras pada tahun 1984 dan penerimaan penghargaan dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pada tahun 1985.
Namun setelah itu, Indonesia tak lagi menjadi yang terbaik. Kemunduran itu berlangsung lama, hingga akhirnya pada masa Presiden Prabowo memimpin Indonesia berupaya mengulang kejayaan masa lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan produksi beras nasional hingga Oktober 2025 diperkirakan mencapai 31,04 juta ton. Angka ini melampaui kebutuhan konsumsi nasional yang pada periode yang sama diperkirakan sebesar 27,3 juta ton. Dengan capaian ini, Indonesia mencatat surplus produksi beras sekitar 3,7 juta ton.
Peran Bulog
Panen raya padi musim tanam Oktober-Maret 2025 telah usai, dan kini kita bersiap menyambut panen raya berikutnya untuk musim tanam April-September 2025.
Di tengah dinamika pangan nasional, Perum Bulog patut berbangga karena berhasil mencatatkan capaian signifikan.
Sebagai operator pangan pemerintah, Bulog telah menunjukkan kinerja terbaiknya dengan menyerap gabah lebih dari 2 juta ton, sebuah pencapaian yang melonjak tajam dibandingkan rerata penyerapan lima tahun terakhir yang hanya berkisar antara 1 hingga 1,2 juta ton.
Keberhasilan ini tidak hanya menjadi indikator capaian kerja Bulog, tetapi juga sebuah langkah penting dalam mendukung program swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah.
Peran Bulog dalam menjaga stabilitas pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani semakin terlihat nyata melalui lima fungsi strategisnya.
Pertama, Bulog berperan penting dalam melakukan penyerapan gabah dan beras dari petani dalam negeri. Hal ini berdampak langsung pada kesejahteraan petani sekaligus memastikan ketersediaan pangan nasional.
Dengan target penyerapan sekitar 3 juta ton untuk tahun 2025, langkah ini diharapkan menjadi penyangga utama ketahanan pangan nasional.
Kedua, Bulog menjalankan pembelian gabah dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah, yakni Rp6.500 per kilogram untuk Gabah Kering Panen (GKP).
Harga yang kompetitif ini diharapkan memberikan insentif positif bagi petani untuk terus meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil panen mereka.
sumber : Antara