
SEBUAH riset terbaru menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia menghadapi tantangan unik dan signifikan terkait data dalam perjalanan adopsi kecerdasan buatan (AI).
Laporan "State of the Data Infrastructure Global Report 2024" dari Hitachi Vantara menemukan kesenjangan antara ambisi adopsi AI dan realitas pengelolaan data.
Hasil survei memperlihatkan bahwa adopsi AI di Indonesia masih tergolong rendah, berada di angka 26%, setara dengan negara-negara seperti Inggris dan Amerika Serikat.
Angka ini jauh di bawah negara yang sudah lebih matang secara digital, seperti Singapura (53%) dan Jerman (47%).
"Dark Data" dan Kurangnya Kepercayaan
Salah satu temuan paling mencolok adalah fenomena “dark data”, yaitu data yang disimpan namun tidak dimanfaatkan untuk tujuan bisnis.
Sebanyak 24% responden IT di Indonesia melaporkan adanya data yang tidak digunakan ini, sebuah persentase yang jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata global yang hanya 10%.
Menurut Sonny Chahyadi, Enterprise Solutions Consultant Lead Hitachi Vantara, data adalah fondasi dari AI.
"Jika datanya tidak berkualitas, output dari AI tidak akan bisa diandalkan," kata Sonny di Kawasan SCBD, Jakarta (27/8).
Masalah ketersediaan data juga menjadi hambatan. Sekitar 14% responden di Indonesia tidak yakin data yang mereka butuhkan dapat tersedia ketika diminta.
Kurangnya kepercayaan pada hasil AI juga menjadi isu, dengan hanya 6% yang yakin bahwa output AI saat ini dapat diandalkan. Ini menyoroti tantangan dalam membangun kepercayaan dan tata kelola data yang solid.
Investasi AI dan Solusi Strategis
Meskipun menghadapi berbagai kendala, optimisme di kalangan perusahaan Indonesia tetap tinggi. Survei memproyeksikan bahwa investasi untuk platform AI akan meningkat hingga 124%, jauh di atas rata-rata global.
Hal ini mencerminkan pandangan bahwa potensi AI untuk meningkatkan efisiensi operasional dan menciptakan produk baru masih sangat besar.
Terkait strategi adopsi, responden melihat peran Global System Integrators (GSI) sebagai kunci untuk membantu proses implementasi, dengan 80% responden menyetujuinya.
Selain itu, 74% setuju bahwa model AI open-source memiliki potensi besar, sementara 62% memilih solusi yang sudah terintegrasi atau purchase solution untuk mempermudah adopsi.
Namun, kekhawatiran juga muncul, terutama terkait keamanan dan regulasi. Sekitar 50% responden khawatir dengan pemulihan data akibat kesalahan, dan 32% khawatir dengan risiko serangan siber.
Ming Sunadi, Country Managing Director Hitachi Vantara Indonesia, menekankan bahwa transformasi digital dan tata kelola data yang kuat adalah kunci.
"Organisasi yang berorientasi pada data dan memprioritaskan tata kelola serta analitik berada dalam posisi yang lebih baik untuk mendorong inovasi dan tetap kompetitif dalam lanskap digital yang terus berkembang,” ujarnya.
Laporan ini menunjukkan bahwa tanpa tata kelola dan ketersediaan data yang memadai, perusahaan akan kesulitan mendapatkan nilai maksimal dari investasi AI.
Oleh karena itu, salah satu solusi adalah dengan membangun platform data yang andal dan aman yang mampu mengelola dan mengklasifikasikan data secara efektif.
Dengan demikian, "dark data" dapat diubah menjadi aset berharga yang dapat mendorong pertumbuhan bisnis. Kolaborasi strategis dengan mitra ekosistem tepercaya juga sangat penting untuk menghadapi tantangan kompleks ini.